Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar terkait kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Emirsyah Satar akan dimintai keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Hadinoto Soedigno (HDS).
Advertisement
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi tersangka HDS," tutur Febri dalam keterangannya, Selasa (17/12/2019).
Selain itu, lanjutnya, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Stafsus Kementerian Pariwisata yang juga mantan Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia, Judi Rifajantoro.
Dua saksi lainnya adalah mantan Plh Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Garuda Indonesia yang juga karyawan PT Air Fast Indonesia, Muhammad Arif Wibowo, dan SM Service Quality Assurance PT Garuda Indonesia, Prijastono Purwanto. Ketiganya juga diperiksa KPK untuk tersangka HDS.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
3 Tersangka
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.
Keduanya diduga menerima suap dari Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo yang juga pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA). Soetikno juga dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini.
Soetikno diduga memberi Rp 5,79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.
Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Selain dijerat tersangka suap, Emirsyah Satar dan Soetikno Soedardjo dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Advertisement