Liputan6.com, Jakarta - Kabar mencengangkan datang dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam laporan refleksi akhir tahunnya, lembaga negara itu mengungkap transaksi mencurigakan sejumlah kepala daerah.
Disebutkan beberapa pemimpin daerah itu diduga memarkirkan duitnya dalam valuta asing di rekening kasino luar negeri. Jumlahnya pun cukup besar, mencapai Rp 50 miliar.
Advertisement
Menurut Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badarudin, potensi dugaan kejahatan itu memang ada. Kendati harus dibuktikan dengan penelusuran lebih dalam lagi.
"Kita mengatakan dia terduga, itu melakukan penyimpanan dana yang diduga hasil dari kejahatan," kata dia saat dihubungi, Selasa (17/12/2019).
Kiagus tak ingin menyebut sosok kepala daerah yang menyimpan uang di rekening kasino itu. Namun data yang diungkapkan ini, diharapkan dapat menjadi peringatan bagi kepala daerah mana pun.
"Jadi kepada pelaku, orang-orang yang mencoba-coba sering-sering main ke luar negeri, hati-hati. Karena PPATK sudah mengendus pola itu," ujar Kiagus.
Dia mengatakan, terkait temuan PPATK yang kemudian menuai polemik tersebut, Kiagus memastikan pihaknya sudah bertindak sesuai prosedur yang berlaku, seperti tidak mengungap rinci identitas, kejahatan asal yang dilakukan, dan rincian lainnya yang masuk ranah penegakan hukum.
Namun, dia meyakini uang beberapa kepala daerah yang berada di kasino merupakan indikasi awal dari perbuatan ilegal atau melawan hukum.
"Enggak mungkin tanpa angin kami menuduh," ujar Kiagus.
Adapun motif dia menyebutkan adanya uang beberapa kepala daerah di kasino adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban PPATK kepada publik. Dia menyampaikan itu saat refeleksi akhir tahun kinerja PPATK selama 2019.
"Kami menyampaikan itu dalam aspek pencegahan, jadi kami sampaikan apa yang dilakukan selama 2019 dan apa yang akan dilakukan 2020 nanti," kata dia.
Terkait motif menyimpan uang di kasino, diakui Kiagus, adalah bentuk baru kejahatan pencucian uang. Selama ini hasil kejahatan asal pelaku pencucian uang, misalnya, kerap disimpan di industri jasa keuangan.
"Tapi disimpan di kasino ini adalah baru," kata Kiagus.
Kiagus berharap temuan yang telah pihaknya laporkan ke salah satu penegak hukum ditindaklanjuti sesuai UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), agar menjadi sinyal bagi para aparatur negara untuk tidak berlaku korup dan mematikan syahwat menikmati hasil kejahatan asal.
"Dengan TPPU diharakan tidak bisa lagi menikmati, mengambil, hasil kejahatan dan juga memiskinkan para koruptor," tegas Kiagus.
Sementara itu, mantan Kepala PPATK Yunus Husein memandang dugaan kepala daerah menyimpan uangnya di rekening kasino bisa saja terjadi. Namun ia menilai, ada kemungkinan lain.
"Terima suapnya di sana, di tempat judi. Masukin di sana, tapi bukan atas nama dia. Dulu pernah terjadi di Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub (Antonius Tonny Budiono), ATM-nya pakai nama orang, duitnya ditaruh di sana semua, dia tinggal gesek. Itu sama saja kan. Kalau ini kan mungkin chip atau token atau apalah. Itu dari segi modus," ucap Yunus saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (17/12/2019).
Selain itu, lanjut dia, modus lainnya bisa saja transaksi itu dilakukan di Indonesia namun penyelesaian suapnya berlangsung di luar negeri. Praktik ini juga dianggapnya sudah pernah terjadi.
"Apakah bisa di-trace? Bisa. Apalagi kita sudah MoU dengan Singapura, Malaysia, Australia, dan Amerika," ujar dia.
Jalan untuk menelusuri praktik ini, kata dia, juga sudah terbentang. Terlebih kasino di luar negeri telah memiliki sejumlah kewajiban. Yaitu harus melaporkan transaksi-transaksi keuangannya dan memelihara dokumen selama lima tahun.
"Jadi kalau mau minta (dokumen), bisa meminta ke PPATK masing-masing negara," ucap dia.
Yunus mengaku tak yakin jika uang yang terparkir di rekening kasino itu berasal dari kantong pribadi kepala daerah. Hal ini bisa dilihat dari selisih gaji dan besaran uang yang terparkir di rekening kasino.
"Jumlahnya kan besar, gaji mereka berapa lah. Kemudian, kenapa jauh-jauh ditaruh. Kalau uang halal dekat-dekat saja," ujar dia.
Terkait dengan kepala daerah mana saja yang berpotensi melakukan hal ini, Yunus tidak mengetahuinya. Dia hanya menggambarkan kisi-kisi dari wilayah yang menjadi tempat kepala daerah bertugas.
"Pertama dilihat kepala daerah yang DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) nya besar. Kemudian yang ada banyak perizinannya juga SDA-nya," kata Yunus.
Dengan DAU dan DAK besar, kata dia, kepala daerah akan kebingungan menggunakannya terlebih bila penduduknya sedikit. Kondisi ini, bisa memunculkan potensi penyalahgunaan anggaran. "DAK tak semuanya dipakai buat rakyat," ucap dia.
Karena itu, dia meminta temuan ini segera ditindaklanjuti. PPATK, ucap Yunus, telah melaporkannya kepada aparat penegak hukum.
"PPATK sudah melapor ke penegak hukum, itu yang saya tahu. Mana yang paling baik, karena ini penyelenggara negara, baiknya KPK," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Usut Temuan PPATK
Temuan PPATK mendapat respons positif dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi antirasuah itu memastikan akan mendalami kasus ini hingga kepada dugaan tindakan pidana pencucian uang (TPPU).
Namun begitu, menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pihaknya tak bisa memanggil nama-nama kepala daerah yang tercantum dalam laporan itu. Ini karena akan berujung pada gugatan. Yang bisa dilakukan, KPK hanya memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang bersangkutan.
"Pasti dalam laporan LHKPN dia menyerahkan surat kuasa untuk membuka rekening. Nah laporan PPATK itu kita jadikan petunjuk. Wah ternyata dia punya rekening. Berdasarkan surat kuasa kita akan minta yang bersangkutan kalau di dalam negeri untuk mendapatkan rekeningnya. Nah baru kita panggil klarifikasi. Itu boleh," ujar Alexander Marwata kepada Liputan6.com, Selasa (17/12/2019).
Namun begitu, KPK mengaku sudah mengantongi identitas kepala daerah yang diduga melakukan praktik cuci uang di kasino atau tempat perjudian. Hal ini disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.
"Yang saya tahu orangnya satu itu," ungkap Agus, Selasa (17/12/2019).
Menurut dia, identitas kepala daerah itu didapat berdasarkan penanganan sebuah kasus. Bahkan anak buah si kepala daerah itu telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Ada kasus yang ditangani. Jadi rasanya, anak buahnya sudah ada yang jadi tersangka. Semoga nanti pengembangannya ke sana," jelas dia.
Hanya saja, Agus menyatakan tidak mengetahui siapa sebenarnya kepala daerah yang dimaksud oleh PPATK. Dia juga enggan membeberkan kasus yang berkaitan dengan perkara tersebut.
"Kalau yang lain saya belum tahu," kata pimpinan KPK itu singkat.
Sementara itu, Karo Penmas Humas Polri Brigjen Argo Yuwono mengaku belum ada laporan terkait temuan PPATK tersebut. Dia menegaskan Polri akan siap mengusut temuan ini.
"Belum ada. Kalau sudah ada disampaikan. Siap bekerja sama mengusut kalau ada laporan," kata Argo saat dikonfirmasi Liputan6.com, Selasa (17/12/2019).
Sikap tersebut juga disuarakan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal. Dia menegaskan, kepolisian bakal menindaklanjuti temuan PPATK ini.
"Prinsip kalau memang terbukti, bukti cukup, karena pelaporan itu harus ada cukup bukti," kata Iqbal di Mabes Polri, Senin 16 Desember 2019.
Iqbal menuturkan jika memang nantinya ada dua alat bukti yang membuktikan bahwa ada tindak pidana, maka kepolisian bakal menindaklanjuti.
"Minimal dua alat bukti yang cukup melakukan tindak pidana pasti akan ditindaklanjuti," ujarnya.
Advertisement
Pro Kontra di Parlemen
Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa mendorong Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengusut dugaan kepala daerah memarkirkan duitnya di rekening kasino. Persoalan ini akan dibahas saat masa sidang berikutnya.
"Tentu Komisi II akan mendesak di masa sidang berikutnya Kemendagri untuk segera menyelesaikan persoalan ini," ujar Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 16 Desember 2019.
Saan menduga temuan PPATK itu tidak hanya dilakukan satu dua kepala daerah. Tetapi banyak temuan lain.
Dorongan agar rekening Kasino diusut juga datang dari koleganya, Johan Budi. Dia meminta PPPATK tidak berhenti pada pengungkapan data tapi menindaklanjutinya kepada penegak hukum.
“Temuan PPATK ini sangat mengagetkan lho. Ada kepala daerah yang punya dana puluhan miliar kemudian diputar di kasino di luar negeri, gitu kan. Jadi ini mengagetkan juga,“ kata Johan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (17/12/2019).
Menurut mantan jubir KPK ini, sudah menjadi tugas PPATK menelusuri transaksi mencurigakan para pejabat negara. Dan aparatur hukum harus menindaklanjuti temuan ini.
“Penegak hukum harus mengusut tuntas apakah itu KPK atau kepolisian atau kejaksaan,” tandasnya.
Namun begitu, sikap berbeda disampaikan Ketua DPR Puan Maharani. Politikus PDIP ini menyayangkan langkah PPATK yang mengumbar temuan uang milik oknum kepala daerah yang disimpan di rekening kasino.
Menurut Puan, langkah ini justru menimbulkan simpang siur dan praduga tak bersalah terhadap pejabat publik, khususnya para kepala daerah.
"Alangkah baiknya kalau hal-hal itu tak langsung dipublikasikan ke publik karena menimbulkan simpang siur atau praduga tak bersalah pada yang bersangkutan," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 16 Desember 2019.
Puan menyarankan, PPATK sebaiknya melaporkan temuannya ini langsung ke aparat penegak hukum. Sehingga informasi tersebut bisa ditindaklanjuti.
"Yang kami harapkan dari PPATK kalau kemudian ada kasus per kasus tolong lapor ke kejaksaan, kepolisian, KPK," ucap Puan.
Sementara itu, pimpinan MPR justru meminta PPATK agar langsung memanggil kepala daerah yang bersangkutan. Hal ini untuk menghindari kegaduhan dan juga belum tentu benar.
"PPATK kenapa tidak panggil saja orang yang bersangkutan? Minta penjelasan, kalau perlu laporkan ke penegak hukum untuk bisa memanggil, kalau PPATK tidak bisa memanggil," kata Jazilul di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Jazilul menyinggung temuan dana narkoba yang mencapai Rp 5 triliun dalam sebulan. Namun begitu, temuan PPATK itu disebutnya menguap tanpa ada perkembangan lebih lanjut.
"Dulu pernah melansir kasus narkoba. Mana? nggak ada. Maksud saya jangan penegak hukum membuat efek kejut yang tidak perlu. Lakukan saja sesuai porsinya. Kalau ada kesalahan laporkan kepada kita. Koordinasi antarmereka. Ini koordinasi ke media. Memang media bisa manggil?" jelasnya.
Karena itu, pada rapat lanjutan, Jazilul bersama Komisi III akan membahas temuan ini dengan PPATK.
"Akan dipertanyakan tujuan dan maksudnya. Kalau tujuannya memberikan nasihat kepada yang lain, apakah tidak lebih baik A, B, C yang diduga dipanggil. Kan begitu," ujar Jazilul.