Liputan6.com, Jakarta - Harga emas hanya bergerak sedikit pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Data manufaktur yang kuat mengangkat selera risiko investor dan mampu melawan keraguan akan perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Mengutip CNBC, Rabu (18/12/2019), harga emas di pasar spot ditutup di angka USD 1.476,46 per ounce, hanya sedikit berubah dibanding penutupan sebelumnya. Sedangkan harga emas berjangka AS naik tipis 0,01 persen ke level USD 1.480,6 per ounce.
Data output manufaktur AS pada November menunjukkan perbaikan dan berada di atas estimasi dari para analis dan ekonom. Dengan data manufaktur yang baik tersebut membawa Wall Street ke zona hijau dan mendekati level tertinggi dan menekan harga emas.
Baca Juga
Advertisement
"Perdagangan kali ini menjadi persaingan antara harga emas dengan bursa saham," jelas Kepala Investasi Cabot Wealth Management, Rob Lutts.
Menurutnya, meskipun harga emas tak banyak berubah tetapi ada risiko yang bisa terjadi atau ada kemungkinan penurunan harga emas dalam jangka pendek.
Hal tersebut tergantung dari keputusan Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (The Fed). Jika memang Bank Sentral AS mampu menciptakan suasana yang mendorong pertumbuhan ekonomi maka harga emas akan mengalami tekanan.
Sementara itu, AS mengklaim telah menyelesaikan atau mencapai mufakat dengan China di tahap awal mengenai perang dagang. Namun memang masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dari kesepakatan tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Capai Kesepakatan, Perang Dagang Amerika Serikat-China Berakhir?
Sebelumnya, Jelang akhir tahun 2019, hubungan dua raksasa ekonomi dunia Amerika Serikat dan China semakin membaik. Meski kedua belah pihak belum menandatangani penyelesaian perang dagang fase pertama secara resmi, namun muncul beragam komentar yang bernada positif.
Seperti Presiden AS Donald Trump yang mengaku telah membuat kesepakatan besar dengan China, seperti membatalkan tarif penalti yang direncanakan akan diberlakukan 15 Desember kemarin. Kemudian membuat perjanjian di bidang agrikultur, energi dan barang manufaktur lainnya.
"Kami telah menyetujui kesepakatan besar fase satu dengan China. Mereka menyetujui untuk kerjasama dalam produk agrikultur, energi dan barang manufaktur dan lainnya. Tarif 25 persen akan tetap berlaku, namun tarif tambahan pada 15 Desember akan dibatalkan karena kami sudah sepakat," cuit Donald Trump di akun twitternya @realDonaldTrump, dikutip dari laman CNBC, Senin (16/12/2019).
BACA JUGA
Lebih rinci, Reuters melaporkan bahwa lawan perang dagang AS tersebut setuju menambah pembelian hasil pertanian AS senilai USD 32 miliar dalam 2 tahun ke depan. Hal ini dikonfirmasi oleh wali dagang pemerintahan AS, Robert Emmet Lightizer.
Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen dan Komisi Nasional Reformasi dan Pengembangan Ning Jizhe mengkonfirmasi bahwa mereka akan mengimpor lebih banyak hasil pertanian AS seperti gandum, jagung dan beras.
Meski demikian, perjanjian tersebut belum jelas ketentuan hukumnya karena dokumennya masih dikaji kedua belah pihak.
Advertisement