Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah perlu membuat kebijakan harga bahan bakar khusus untuk energi primer pembangkit listrik. Hal ini untuk membuat tarif listrik lebih murah. Diharapkan adanya kebijakan ini dapat menjadi perangsang investor menanamkan modal di sektor ini.
Ekonom Idef Enny Sri Hartati mengatakan salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk menarik investasi ke Indonesia adalah membuat tarif listrik terjangkau, khususnya pada golongan pelanggan industri.
"Kalau listrik, sektor yang punya dampak signifikan terhadap investasi," kata Enny, dalam acara Outlook 2020 Econolictricity Optimalization, di Kawasan Pondok Indah, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Baca Juga
Advertisement
"Mestinya bahan baku yang digunakan PLN tidak menggunakan lagi nilai komersial. Apakah itu gas batubara termauk alternatif-alternatif yang efisien," tambah Enny.
Menurut Enny, investasi baru sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dia pun memperkirakan jika tidak ada investasi pada 2020 maka pertumbuhan ekonomi akan berada di bawah 5 persen.
"Kalau tidak ada akselarsi perceptan investasi yang masuk dampak 2020 kita pesimis mencapai pertumbuhan diatas 5 persen lagi. Besar kemungkinan hanya di 4,8-4,9 persen. Tidak ada investasi artinya tidak ada lapangan kerja, tidak ada kemampuan daya beli," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Batu Bara Masih jadi Bahan Bakar Paling Murah untuk Pembangkit Listrik
Batu bara sejak lama telah menjadi primadona bahan bakar pembangkit energi listrik di dunia. Ketersediaannya yang melimpah dan harganya yang terjangkau membuat batu bara jadi andalan dalam menyediakan energi listrik yang murah di berbagai negara raksasa ekonomi dunia seperti Cina, Amerika Serikat, India, Australia hingga Indonesia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengungkapkan, di negara lain limbah batu bara tidak dianggap sebagai limbah B3 atau bahan berbahaya dan beracun.
“Limbah batu bara, abu batu bara itu bisa digunakan untuk bahan konstruksi di berbagai negara. Cuma di sini saja dianggapnya sebagai B3. Ini kan jadi masalah. Padahal di negara-negara lain seperti di Jepang. Limbah batu bara itu dijadikan bahan konstruksi, bahan bendungan, jalan. Jumlahnya besar, bisa dimanfaatkan sebenarnya,” urai Hendra dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (3/11/2019).
Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman juga mengungkapkan hal menarik terkait pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU). Dirinya mengungkapkan pernah beberapa kali mengunjungi PLTU Paiton di Probolinggo Jawa Timur. Selama kunjungan, dirinya justru mengaku tidak menemukan keluhan dari masyarakat sekitar.
Advertisement
PLTU Terbesar
Sebagai catatan, PLTU Paiton sendiri sudah berdiri sejak tahun 1994 sebagai salah satu PLTU terbesar dan penyuplai listrik terbesar di daerah Jawa-Bali.
“PLTU Paiton itu menggunakan batu bara sebagai bahan bakunya dan yang paling menarik dia hanya berjarak 500 meter dari bibir pantai. Kami beberapa kali kesana, sejauh ini keluhannya tidak ada. Masyarakat malah sangat senang dengan kehadiran PLTU ini. Karena PLTU itu menjadi penopang ekonomi warga sekitar. Lalu terumbu karang dan biota-biota laut yang ada hidup di sekitar itu dan tidak terganggu dengan kehadiran PLTU itu,” jelas Ferdy.
Menurut Ferdy, manajemen Paiton sedari awal sudah mengukur efek dan dampak jika terjadi kerusakan lingkungan hidup dari keberadaan PLTU itu.
“Sejak awal memang kalau kajian awalnya sudah merusak lingkungan hidup pasti tidak akan dikasih AMDAL oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan pasti akan diberi teguran-teguran. Nah pihak Kemen LHK sudah mengakui bahwa memang PLTU itu patut mendapatkan penghargaan karena memang pengelolaannya sangat bagus,” ujar Ferdy.
Sejalan dengan pertimbangan tersebut di atas, oleh karenanya maka setiap PLTU yang ada di Indonesia sudah dilengkapi dengan Super Critical Represitator untuk me-reduce dan meminimalisasi sebaran fly ash buttom ash.