Liputan6.com, Washington D.C. - DPR Amerika Serikat (AS) akan terus melanjutkan proses pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Meski demikian, proses itu terancam gagal karena Senat dikuasai oleh senator dari partai penguasa.
Partai Demokrat sebagai oposisi dapat dengan mudah memuluskan rencana DPR untuk memakzulkan Trump, sebab partai mereka dominan di DPR. Pengambilan suara pun akan segera dilaksanakan di Capitol Hill, Washington, D.C., pada Rabu (18/12/2019).
Baca Juga
Advertisement
Menurut AP News, anggota DPR AS akan mengambil suara pada pukul 09.00 pagi. Ketua DPR Nancy Pelosi pun bersikeras melanjutkan upaya pemakzulan karena menanggap Presiden Trump melanggar konstitusi.
"Sayangnya, fakta-fakta menjelaskan bahwa Presiden menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan politik personalnya, dan ia mengobstruksi Kongres. Di Amerika, tidak ada orang yang berada di atas hukum," demikian pernyataan Pelosi.
Di lain pihak, Partai Republik sudah siap melindungi Presiden Trump di Senat. Lewat Twitter, Pelosi pun menyindir bahwa partai penguasa hanya berusaha menutupi kesalahan-kesalahan Donald Trump.
Ketua Senat Partai Republik Mitch McConnell merespons dengan berkata tidak akan bersikap bias.
Ada dua pasal penyebab Trump bisa dimakzulkan, pertama karena tuduhan meminta tolong pihak asing (presiden Ukraina) untuk menyerang lawan politiknya (Joe Biden). Penyebab kedua Trump dianggap mengobstruksi hukum karena tak kunjung menghadiri panggilan DPR terkait isu Ukraina.
Pada Selasa sore waktu setempat, puluhaan ribu pendukung Partai Demokrat melakukan unjuk rasa di Times Square dengan membawa tulisan "Selamatkan Konstitusi - Makzulkan" dan "Kriminal Tertinggi".
Presiden Donald Trump tak menutupi kekesalannya pada Partai Demokrat. Ia berkata demokrat sejak dulu sengaja melakukan witch hunt (mencari-cari kesalahan) agar dirinya dimakzulkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dua Pasal Pemicu Pemakzulan
Ada dua pasal yang menyebabkan Trump bisa dimakzulkan, yakni terkait penyalahgunaan kekuasaan. Donald Trump dituding menekan pemerintah Ukraina untuk menyelidiki lawan politiknya, calon presiden Joe Biden.
Skandal dibuat oleh anak Joe Biden, yakni Hunter Biden, yang diduga melakukan korupsi saat berbisnis gas di Ukraina. Joe Biden yang dulunya wakil presiden diduga mengintervensi hukum di Ukraina demi melindungi anaknya.
Donald Trump pun disebut menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy untuk menginvestigasi Biden jika ingin mendapat bantuan militer dari AS sebesar USD 400 juta.
Diplomat David Holmes menguak kasus ini dan mengaku mendengar Duta Besar AS untuk Ukraina berbicara dengan Donald Trump terkait tekenan pada Ukraina.
Saat itu Dubes Gordon Sonland berbicara lewat telepon dengan Donald Trump, dan David Holmes mengaku bisa mendengar suara sang presiden.
"Saya mendengar Presiden Trump bertanya 'Jadi, apakah dia (Presiden Zelenskiy) akan melakukan investigasi?' Dubes Sonland menjawab bahwa 'ia akan melakukannya' sembari menambahkan bahwa Presiden Zelenskiy akan 'melakukan papaun yang Anda minta,'" ujar Holmes seperti dikutip CNBC.
Presiden Zelenskiy sudah membantah ada permintaan demikian dari Donald Trump.
Advertisement
Pasal Obstruksi Hukum
Pasal selanjutnya adalah obstruksi hukum yang menyasar aksi Trump yang mencegah kehadiran badan-badan pemerintah dan saksi yang dipanggil anggota DPR.
Namun, tak berarti semua anggota DPR demokrat akan mendukung kedua pasal. Jared Golden dari Maine berkata hanya akan mendukung pasal penyalahgunaan kekuasaan.
Mitch McConnell berkata keputusan anggota DPR Partai Demokrat bersifat politik. Jika itu terjadi, maka para senator dari Partai Republik dapat menjegal pemakzulan dengan cara partisan juga.
"Pemakzulan adalah keputusan politik. DPR membuat keputusan partisan untuk memakzulkan. Saya akan mengantisipasi untuk membuat keputusan partisan di Senat. Saya sema tidak imparsial mengenai hal ini," ujarnya.
Butuh setidaknya dua per tiga dukungan senator untuk pemakzulan presiden. Saat ini Partai Republik menjadi mayoritas dengan 53 perwakilan.