Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan rasio kredit bermasalah (NPL) mengalami peningkatan di saat penyaluran kredit melambat.
Sesuai dengan Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Desember 2019, NPL pada Oktober meningkat jadi 2,73 persen (gross) dan 1,25 persen (nett).
"NPL memang secara gross dan nett kami pandang masih rendah, ternyata grossnya ini sedikit meningkat tapi nettnya tetap rendah," ujar Perry di Gedung BI, Kamis (19/12/2019).
Baca Juga
Advertisement
Perry melanjutnya, meningkatkan NPL gross disebabkan dengan kondisi perusahaan yang masih belum mau melakukan ekspansi.
"Tapi, dengan NPL nett yang masih rendah, dipastikan perbankan membentuk cadangan yang cukup untuk resiko NPL ini," imbuh Perry.
Sebagai informasi, NPL pada Oktober 2019 meningkat dibanding bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,66 persen (gross) atau 1,18 persen (net). NPL pada Oktober 2019 juga merupakan posisi tertinggi sepanjang 2019.
Sementara, BI mencatat penyaluran kredit juga tumbuh melambat pada Oktober 2019, yakni hanya 6,53 persen. Sebelumnya, pertumbuhan kredit berada di angka 7,89 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Bank Indonesia (BI) telah menggelar Rapat Dewan Gubernur BI (RDG BI) pada 18 hingga 19 Desember 2019. Dari RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen.
"Dengan melihat dan melakukan perkiraan perkembangan ekonomi global maupun nasional tersebut, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia tanggal 18 dan 19 Desember memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 5 persen," ucap Gubernur BI, Perry Warjiyo, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Tidak berbeda, suku bunga Deposit Facility juga tetap sebesar 4,25 persen dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 5,75 persen.
Kebijakan moneter, lanjut Gubernur BI, tetap akomodatif dan konsisten dengan perkiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial ditempuh untuk mendorong pembiayaan ekonomi sejalan dengan siklus finansial yang masih di bawah optimal dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian.
Kebijakan sistem pembayaran dan kebijakan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik dalam memanfaatkan ruang bauran kebijakan yang akomodatif untuk menjaga tetap terkendalinya inflasi dan stabilitas eksternal, serta turut mendukung momentum pertumbuhan ekonomi," tutur Perry.
Advertisement