OJK Tagih Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya

OJK sebelumnya telah menerima Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya pada 2018

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 19 Des 2019, 19:00 WIB
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk terus menjalankan upaya penyehatan yang sudah tertuang dalam Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang sudah disampaikan sejak tahun lalu.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan Terhadap RPK yang telah disampaikan pada OJK, saat ini OJK melakukan pemantauan secara intensif melalui laporan realisasi RPK yang disampaikan Jiwasraya secara bulanan dan pertemuan rutin dengan manajemen Jiwasraya.

Adapun salah satu rencana penyehatan yang telah dilaksanakan oleh Jiwasraya adalah pembentukan anak perusahaan PT Asuransi Jiwasraya Putra. Terhadap rencana tersebut, OJK telah mengeluarkan izin usaha dan terus melakukan pemantauan persiapan operasionalnya.

"Berkenaan dengan langkah-langkah lain yang telah ditetapkan dalam RPK, OJK mendorong manajemen Jiwasraya untuk dapat merealisasikanya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan termasuk memperoleh persetujuan dari pemegang saham (Kementerian BUMN) atas masing-masing langkah yang telah ditetapkan," kata Sekar kepada wartawan, Kamis (19/12/2019).

Dijelaskannya, terhadap pemenuhan kewajiban pemegang polis saving plan yang telah jatuh tempo, OJK telah memantau opsi penyelesaian yang dilakukan Jiwasraya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sekma roll over

PT Asuransi Jiwasraya Persero).

Dalam RPK tersebut dijelaskan, Jiwasraya memberikan opsi roll over polis dengan skema pembayaran dimuka sebesar 7 persen p.a netto serta opsi bagi yang tidak ingin melakukan roll over dengan memberikan bunga pengembangan efektif sebesar 5,75 persen  p.a netto.

"OJK juga meminta bank-bank partner untuk melakukan komunikasi yang baik kepada nasabahnya yang menjadi pemegang polis saving plan," tambah Sekar.

Terakhir, OJK juga mengingatkan kepada Direksi Jiwasraya untuk lebih memperhatikan implementasi tatakelola yang baik, pengelolaan manajemen risiko yang lebih baik, dan melakukan kehati-hatian investasi yang didukung dengan pemanfaatan teknologi.

"Selain itu, Jiwasraya harus senantiasa berkoordinasi dan melaporkan kepada OJK serta pemegang saham (Kementerian BUMN)," pungkas Sekar.


Rizal Ramli Kritisi Kinerja OJK Tangani Masalah Jiwasraya

Ekonom senior Rizal Ramli menyampaikan kritikan kepada Capres Nomor Urut 01 mengenai pidatonya kemarin di Tebet, Jakarta, Senin (25/2). Rizal menyebut pidato Jokowi kurang jujur karena tak mengakui kegagalan pemerintahannya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pengamat ekonomi Rizal Ramli menyoroti lemahnya kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penanganan persoalan-persoalan keuangan di Indonesia, seperti persoalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Alhasil, regulator di industri keuangan non-bank dinilai payah dalam penyelesaian kegagalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam membayar polis nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun.

Mantan Menteri Koordinator Perekonomian ini mengatakan, lambannya kinerja OJK tidak sebanding dengan fasilitas yang telah diberikan negara baik kepada para pimpinan dan karyawannya.

"OJK dibiayai dengan budget dan staff gaji tinggi, tetapi kemampuan survailance dan monitoring tidak memadai, enforcement lemah dan tidak memiliki kemampuan untuk turn-around. Terlalu kuat mental birokrat, ini belium krisis loh," kata Rizal kepada wartawan, Kamis (19/12/2019).

Menurut dia, sejatinya pembentukan lembaga ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan persoalan keuangan non bank dan sebagai pembelajaran dari krisis ekonomi 1998.

Rizal menilai, UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK juga sudah cukup memadai, namun implementasinya juga masih lemah.

"OJK dibahas terkait revisi UU tentang Bank Indonesia tahun 2000. Sebagai antitesis kelemahan pengawasan BI terhadap bank-bank sehingga terjadi krisis 1998. UU OJK sudah bagus, tapi pimpinan payah," ujarnya.

Dia berpendapat, selain kasus Jiwasraya, banyak persoalan keuangan di Tanah Air yang luput dari pengawasan OJK. Misalnya, lembaga keuangan yang selama ini dinilai merugikan konsumen.

"Masalah sederhana seperti maraknya fintech ilegak, yang menawarkan bunga pinjaman super-super tinggi, sangat merugikan konsumen, harrasment, dan pinalti yang mereka lalukan terhadap peminjam telat bayar luar biasa, itupun OJK tidak mampu awasi dan tertibkan," tutur Rizal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya