Ekspor Sawit Bakal Kena Pungutan Mulai 1 Januari 2020

Besarnya tarif tergantung harga referensi yang akan diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

oleh Tira Santia diperbarui 19 Des 2019, 20:41 WIB
Industri perkebunan sawit di Jambi menginspirasi pembuatan sebuah film dokumenter berjudul The Green Lie. (Foto: Dok Humas Pemprov Jambi/B Santoso)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan menarik pungutan kepada perusahaan yang melakukan ekspor sawit. Pungutan tersebut dimulai pada 1 Januari 2020. 

Sebenarnya aturan pungutan ini sudah ada sejak lama. Namun penerapannya ditunda karena harga sawit tengah mengalami penurunan. Pungutan sawit kembali diberlakukan bertepatan dengan mandatori B30.

Direktur Utama BPDPKS Dono Boestomi menjelaskan, pemerintah telah mampu mengelola harga sawit sehingga penurunan yang terjadi beberapa waktu lalu bisa ditahan dan bahkan saat ini sudah stabil. Bahkan beberapa negara lain mengakui hal tersebut. 

Dono melanjutkan, karena belum ditarik maka dana penghimpunan selama ini masih nol. "Penghimpunan dananya sudah tahu semua selama 2019 kan nol. Tadi juga rapat di Kantor Menko (Menko Perekonomian) tadi sesuai Permenkeu (Peraturan Menteri Keuangan) yang terakhir, mulai 1 Januari harusnya kita sudah mulai menghimpun dana lagi," kata dia, Kamis (19/12/2019).

Pemerintah menetapkan pungutan ekspor sawit atau Crude Palm Oil (CPO) sebesar USD 50 per ton atau Rp 699 ribu ( USD 1 = Rp 13.992). Apabila harga CPO sampai di atas USD 570 per ton, maka pungutannya sebesar USD 25 atau Rp 349 ribu, dan yang di atas USD 619 akan dikenakan pungutan sebesar USD 50 atau Rp 699 ribu per ton.

Ia pun mengatakan besarnya tarif tergantung harga referensi yang akan diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Menurutnya, biasanya Kemendag mengeluarkan referensi tarif kisaran tanggal 20 setiap bulan.

"Nanti begitu kami terima, kami langsung akan menyurati pihak-pihak terkait, terutamanya bea cukai, yang kedua untuk pengusaha-pengusaha yang akan melakukan ekspor produk-produk sawit," pungkas DOno


Pemerintah Bakal Alokasikan KUR untuk Tanam Sawit Rp 4,5 Triliun

Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Sebelumnya, pemerintah akan menyiapkan skema khusus untuk pembiayaan penanaman (replanting) kebun kelapa sawit melalui platfom Kredit Usaha Rakyat (KUR). Nantinya, penyaluran KUR tersebut akan ditargetkan hingga sebanyak 500 ribu hektare (ha).

"Kami kembangkan kur berbasis replanting sawit untuk 500 ribu ha," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Kantornya, Jakarta, Kamis (19/12/2019). 

Selain untuk replanting sawit, pemerintah jugga akan menyiapkan skema KUR untuk replanting karet. Hanya saja, pihaknya mengaku masih ingin menggodok skema pembiayaan untuk KUR sawit sebelum pada akhirnya masuk ke karet.

"Kami akan bicarakan lebih lanjut dengan Perbankan ,dan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah kami kembangkan action plan," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, mengatakan pembiayaan KUR untuk program replanting sawit memang diperlukan.

Sebab, bantuan pendanaan yang diberikan oleh Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 25 juta per hektare belum cukup.

Nantinya alokasi KUR khusus replanting sawit seluas 500 ribu ha untuk jangka waktu tiga tahun ke depan. Hal itu sejalan dengan target Kementan untuk melakukan replanting sawit seluas 180 ribu hektare per tahun atau sekitar 520 ribu hektare dalam tiga tahun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya