Komisi X DPR Dukung Kebijakan Nadiem yang Mengacu pada Riset

Dia menyebut, selama ini kebijakan di Indonesia kerap berdasarkan pada kepentingan politik.

oleh Yopi Makdori diperbarui 20 Des 2019, 05:43 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menjadi pembicara yang diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Hotel Best Western Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019). foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menyambut positif gebrakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang merestorasi kebijakan pendidikan mengacu pada data dan penelitian atau riset.

Sebagai mantan peneliti, Hetifah menyebut dirinya kerap dikecewakan karena kebijakan di Indonesia tidak dilahirkan berdasarkan hasil riset atau policy by research, melainkan karena faktor politik. Di era Nadiem, kata Hetifah, tren seperti itu nampaknya berubah.

"Mengapa seolah-olah saya jadi big fans-nya Pak Menteri (Mendikbud) ya, soalnya yang saya lihat satu, keinginannya memanfaatkan fakta, data, informasi, hasil riset sebagai bagian pembuatan kebijakan publik. Dan itu esensi yang sangat penting," ujar Hetifah dalam sebuah diskusi di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Kamis (19/12/2019).

Politikus Partai Golkar itu mengungkapkan keheranannya terhadap suatu kebijakan yang tidak berdasarkan pada riset. Sebab, menurut dia, tidak akan ada efektivitas yang didapat dari kebijakan tersebut.

"Jadi sekarang kalau Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) yang dulu yang mungkin dianggap sebelah mata, mungkin ini eranya di mana hasil-hasil riset itu menjadi basis untuk membuat kebijakan," kata Hetifah.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Setuju Penghapusan UN

Ilustrasi

Terjemahan sikap Mendikbud yang mendukung prinsip tersebut, menurut Hetifah ditunjukkan dengan diubahnya Ujian Nasional atau UN menjadi konsep lain yang disebut lebih mengakomodir semua potensi anak.

Ia secara pribadi maupun pejabat publik tidak sepakat bilamana UN dihapuskan. Namun bila diganti dengan sesuatu yang telah direncanakan secara matang, seperti konsep Asesmen Kompetensi Minimum maka dirinya setuju.

Konsep itu, menurut Hetifah, sejalan dengan semangat untuk mengevaluasi sistem pendidikan nasional. "Bahwa kita itu perlu sebenarnya untuk menjamin mutu pendidikan kita untuk melakukan evaluasi," katanya.

Nadiem Makarim sebelum menelurkan sebuah terobosan yang dikatakan telah mengkajinya secara mendalam. Dia juga menyebutkan bahwa hal itu dikaji dalam lingkungan internal Kemdikbud dangan melibatkan berbagai pihak yang konsen dalam dunia pendidikan.

Dobrakan ini dikenal dengan Merdeka Belajar. Terdapat empat poin utama dalam Merdeka Belajar, salah satunya ialah mengubah UN menjadi konsep Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Konsep ini akan mulai berlaku pada 2021 mendatang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya