Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi Partai Keadilan (FPKS) Mulyanto meminta PLN fokus untuk merealisasikan target pemerataan listrik (rasio elektrifikasi) di 2020.
Mulyanto mengatakan, ada dua tantangan besar yang dihadapi PLN dalam mewujudkan target elektrifikasi 100 persen pada 2020. Pertama, kondisi geografis daerah kepulauan dan remote area dan kedua, daya beli masyarakat.
Seperti di Maluku, Papua dan beberapa wilayah terpencil lain, PLN terkendala kondisi geografis untuk mengembangkan jaringan distribusi listrik. Kalaupun kendala pengembangan jaringan ini sudah teratasi, maka tantangan berikutnya adalah soal daya beli.
"Kami masih menemukan banyak masyarakat yang tidak mampu membayar biaya pemasangan sambungan listrik di rumahnya. Biaya sebesar Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta masih dianggap memberatkan," kata Mulyanto, di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Baca Juga
Advertisement
Mulyanto pun mendorong pemerintah terus mencari sumber energi listrik yang murah dan relatif mudah didistribusikan ke wilayah-wilayah terpencil untuk mengejar target pemerataan kelistrikan 100 persen. Pemerintah pun diharapkan mampu menciptakan inovasi dan pengadaan listrik bersumber energi baru terbarukan (EBT).
"Sumber baterai dan EBT paling ideal, meski pada daerah yang tertentu, listrik berbasis diesel tak terhindarkan," ujar Mulyanto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Subsidi Pemasangan Listrik
Mulyanto juga mengusulkan agar Pemerintah mempertimbangkan pengadaan subsidi pemasangan listrik baru bagi masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
"Bila langkah-langkah tersebut tidak secara sigap diatasi maka target elektrifikasi 100 persen di tahun 2020 hanya PHP," tegas Mulyanto.
Dia pun menyinggung ketidakakuratan data rasio elektrifikasi yang di lapangan dengan yang dimiliki PLN. "Misalnya di Maluku, PLN mengklaim sudah berhasil melakukan elektrifikasi 90 persen tapi berdasarkan pengamatan langsung di lapangan masih ditemukan wilayah-wilayah tertentu yang belum teraliri listrik," ujar Mulyanto.
Advertisement
Penjelasan
Untuk itu Mulyanto meminta Pemerintah membuat definisi ulang yang lebih jelas dan tegas tentang elektrifikasi. Supaya terjadi kesepahaman antara DPR dan PLN tentang indikator keberhasilan elektrifikasi.
"Ini soal akurasi data. Antara PLN dan DPR harus punya acuan dan pengertian yang sama tentang elektrifikasi. Apakah listrik yang diproduksi secara swadaya oleh masyarakat dapat diklaim sebagai pencapaian elektrifikasi oleh PLN. Apakah berbasis desa atau rumah tangga. Bagi PLN mungkin termasuk tapi bagi DPR kan bisa jadi tidak termasuk," tandasnya.