Menanti Wajah Segar BKKBN, Menuju Cara Baru untuk Generasi Baru

Sejumlah cara dilakukan BKKBN agar dapat diterima di hati masyarakat terutama anak muda zaman sekarang

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 20 Des 2019, 17:00 WIB
Sebentar lagi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan memiliki logo dan jargon yang baru, serta aransemen Mars BKKBN yang terdengar syahdu di telinga gubahan Addie MS. Hasto Wardoyo pun memberikan sedikit bocoran pada Kamis, 19 Desember 2019, malam di Hotel Ciputra Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Ratusan orang yang memenuhi Dian Ballroom, Hotel Ciputra Jakarta pada Kamis malam, 19 Desember 2019 bersorak dan bertepuk tangan usai mendengarkan mars Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) versi terbaru.

Meski hanya sepenggal, alunan musik orkestra gubahan Addie MS itu meninggalkan kesan megah dan terdengar syahdu. Diharapkan mars dengan aransemen yang berbeda ini mendapat tempat di hati masyarakat, terutama anak muda zaman sekarang.

Inilah cara yang dilakukan BKKBN supaya bisa masuk ke kalangan muda. Selain mengaransemen mars, logo dan jargon (tagline) baru--yang diyakini lebih kekinian--segera dipamerkan sebagai identitas baru BKKBN.

"Ini adalah cara baru, pendekatan baru, dan hal yang baru bagi BKKBN," katanya.

Baca juga: Sasar Generasi yang Lebih Muda, BKKBN Akan Lakukan Re-Branding

Menyadari bahwa target mereka adalah remaja dan calon pasangan usia subur, sebagai nakhoda Hasto Wardoyo pun putar otak agar tercapai. Setelah melakukan riset dengan sejumlah pakar, diputuskan bahwa logo dan jargon harus diubah.

"Logo yang lama kita formative research ke anak-anak muda, ternyata logo yang selama ini ada tidak mereka kenal, tidak tahu. Rasanya ini kaku banget. Rasanya ini adalah pemerintahan banget," katanya.

Bahkan, saat melakukan riset, tidak banyak anak muda yang mengetahui makna dari logo BKKBN yang ada selama ini.

"Logo 'ada orangtua, anaknya yang satu gandeng ke kanan, yang satu lagi menggandeng ke kiri', anak-anak sekarang tidak mengerti. Bahkan, ada yang bilang 'Ini mau cerai ya? Anaknya yang satu dibawa ke sini, yang satu ke sana," kata Hasto Wardoyo melanjutkan.

Pun ketika anak-anak itu ditanya soal BKKBN, yang mereka tahu cuma KB saja. "Saya sedih, sih," Hasto curhat.

Simak Video Menarik Berikut Ini:


Upaya BKKBN

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Hasto Wardoyo.

Menurut Hasto, pekerjaan utama BKKBN adalah memprovokasi, mengonseling, berbagi informasi kepada masyarakat. Zaman yang sudah berubah, membuat BKKBN harus mencari cara baru dengan pendekatan yang baru pula.

Apalagi Indonesia menuju bonus demografi, sebuah situasi yang usia produktif jauh lebih besar. Agar Indonesia bisa memetik bonus demografi pada sepuluh sampai 15 tahun mendatang, angka kematian ibu harus rendah, angka kematian bayi juga rendah, stunting pun rendah, dan pendidikannya bagus. 

"Tapi sekarag kita masih berjuang karena angka kematian ibu masih tinggi, kawin usia mudanya masih banyak, masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi juga masih belum dipahami. Kemudian kita punya pemikiran bahwa BKKBN ini fokusnya tidak lagi hanya sekadar masalah kuantitas, tetapi kualitas harus kita perhatikan," katanya.

"Jadi BKKBN punya orientasi baru, cara baru, pendekatan baru, karena BKKBN harus menatap masa depan yang lebih baik lagi," Hasto melanjutkan.

Hasto berharap, dengan cara baru ini, tercipta pula generasi baru. "Anak-anak milenial yang sekarang ini yang akan mewarnai populasi yang ada di Indonesia," kata Hasto. "Re-branding inilah yang harus kita lakukan," ujarnya.

 


Menanti Wajah Baru BKKBN

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Hasto Wardoyo.

 

Keputusan untuk melakukan re-branding tidak tercetus dalam semalam. Hasto dan tim terlebih dahulu melakukan formatif riset. Ternyata, kata dia, banyak anak muda yang tak kenal BKKBN dan tidak mengerti Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Ketika diperlihat logonya pun mereka merasa asing.

"Sedangkan anak muda itu adalah sasaran utama. Jadi, kita harus cemas dengan keadaan seperti itu," kata Hasto.

Dengan kenyataan seperti itu, Hasto mengatakan bahwa tanpa adanya re-branding, sudah pasti BKKBN akan ditinggal mereka,"Ibaratnya kita punya dagangan substansi harus kita pasarkan, tetapi ternyata menarik saja tidak di mata mereka. Makanya bungkusan kita harus menarik, nanti substansinya juga menarik."

Itu juga yang menjadi alasan BKKBN menggandeng Addie MS untuk mengaransemen mars BKKBN yang sudah ada.

"Marsnya itu kan sudah lama banget. Maka harus di-aransemen ulang. Beliau kan ahlinya. Anda kan tahu sendiri. Kalau di-aransemen ulang, pastilah semangatnya lebih bagus," katanya.

 


Lomba Logo BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Badan yang berkantor pusat di Jakarta Timur ini juga mengadakan lomba mendesain logo BKKBN yang baru. Logo yang lama, terlihat 'kusang' di penglihatan anak-anak zaman sekarang. Kaku banget, kata mereka. 

Setelah lomba dilaksanakan, dan logo-logo yang ada diperlihatkan kembali ke anak-anak itu, respons mereka pun berubah.

"Logo yang baru juga kami risetkan, dan bagaimana anak muda melihat logo baru ini. Kalau dia sudah bilang 'gue banget' artinya logo ini sudah familiar buat anak-anak sekarang," katanya.

Sesudah re-branding, sejumlah hal akan dilakukan BKBBN agar semua ini sampai di sasaran. Mulai dari kerjasama dengan sekolah, perguruan tinggi, sampai melakukan kerjasama dengan penggiat media sosial. 

"Dengan logo baru, jingle baru, tagline baru itu kita harus gencar ke media sosial, penggiat media sosial," ujarnya. 

 


Harapan Baru BKKBN

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Hasto Wardoyo.

Dengan re-branding ini, Hasto berharap pengetahuan tentang perencanaan keluarga diminati anak-anak muda. Sehingga  dia senang mencari bagaimana teknis reproduksi yang sehat, bagaimana anak keturunannya menjadi anak unggul.

"Saya harapkan mereka minati di situ," ujarnya.

Harapan selanjutnya, penundaan usia pernikahan ini semakin dipahami. Menikah usia dini pun diharapkan menurun.

Selain itu, soal jarak antara kelahiran pertama dan berikutnya. Menurut Hasto, mereka harus tahu bahwa rata-ratanya harus  tiga tahun karena ini menentukan stunting.

"Kami kan butuh ada indikator baru, kalau dulu indikatornya hanya jumlah anak, total vertilitas rate, kalau sekarang jaraklah. Jarak melahirkan sekarang dan mendatang menentukan sekali. Apakah itu stunting, autisme, dan sebagainya," ujarnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya