Kaleidoskop Global 2019: 7 Demonstrasi yang Hebohkan Dunia

Mulai dari demonstrasi Hong Kong hingga protes BBM di Iran.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 21 Des 2019, 11:00 WIB
Kaleidoskop 2019: 7 demonstrasi yang hebohkan dunia. Dok: AFP/AP/TIME/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah demonstrasi bersejarah menjadi sorotan di berbagai belahan dunia. Ada gerakan yang dimulai seorang gadis remaja asal Swedia, ada pula yang berasal dari kekesalan pada kegagalan rezim sosialis, atau demi melindungi demokrasi dan kedaulatan negara.

Yang paling membuat geger dunia tentunya demonstrasi Hong Kong yang masih berlangsung sejak Juni lalu. Para demonstran pro-demokrasi menentang intervensi China di negara mereka. Partai Komunis China sulit berkutik melawan tekanan dari pendemo ditambah dengan kritikan tajam politisi Amerika Serikat (AS) yang memihak Hong Kong.

Greta Thunberg asal Swedia berhasil menginspirasi anak-anak sekolah di seluruh dunia agar menyadari pentingnya isu lingkungan. Awalnya, Greta berjuang sendirian di Stockholm, berkat tekadnya yang kuat demonstrasi serupa merebak di berbagai negara.

Venezuela pada tahun ini menjadi contoh bahwa pemerintahan yang sosialis dan bergantung pada sumber daya alam tidak selalu berhasil. Akibat harga minyak dunia yang anjlok, inflasi di Venezuela meroket, dan rakyat berbondong-bondong kabur dari Venezuela. Tak heran awal tahun ini rakyat turun ke jalan agar Presiden Nicolás Maduro lengser.

Selengkapnya, berikut Liputan6.com kumpulkan daftar 7 demonstrasi yang menghebohkan dunia di 2019 ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


1. Demonstrasi RUU Kewarganegaraan Anti-Muslim di India

Masyarakat India mengadakan demonstrasi terkait sahnya RUU yang dinilai anti-muslim. (Source: AP/ Anupam Nath)

Pada Januari lalu, muncul protes besar karena pemerintah India membuat RUU Kewarganegaraan yang diskriminatif terhadap imigran Muslim. Padahal, pengungsi yang beragama Muslim juga butuh kewarganegaraan. 

Pemerintah Narendra Modi yang menganut prinsip nasionalis-religius pun disalahkan, sebab prinsip itu malah menguntungkan agama mayoritas saja, yakni Hindu.

Jalannya RUU ini sudah semakin mulus di parlemen India. Salah satu logika anggota parlemen India untuk mendukung RUU diskriminatif ini adalah negara mereka butuh identitas agama seperti negara Islam.

"Ada negara Islam, ada negara Yahudi, semuanya punya identitasnya masing-masing. Dan masyarakat kita ada lebih dari satu miliar, kan? Kita harus punya satu identitas," ujar Ravi Kishan, aktor laga yang menjadi anggota parlemen.

Menutup tahun, protes pun kembali bermunculan di berbagai kota dan korban-korban mulai berjatuhan hingga pekan ini. Berikut laporannya.


2. Demonstrasi Anti-Pemerintahan Venezuela

Seorang pengunjuk rasa membentangkan bendera Venezuela (AP Photo/Ariana Cubillos)

Pada 1976, seorang politikus wanita berkata: "Pemerintahan sosialisme punya tradisi membuat kegaduhan finansial. Mereka selalu menghabiskan uang orang lain. Itu karakteristik mereka. Mereka kemudian menasionalisasikan segalanya."

Tiga tahun kemudian, wanita itu menjadi Perdana Menteri Inggris dan mendapat julukan The Iron Lady. Kritik tajam Iron Lady kepada sosialisme menjadi kenyataan di negeri sosialis Venezuela.

Mendiang Presiden Hugo Chavez pernah unjuk gigi dengan melakukan nasionalisasi industri minyak dan gas, termasuk Exxon Mobil milik AS. Chavez yang mengidolakan Che Guevara menggunakan duit sektor migas untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Ia pun tak gentar dengan Barack Obama dan Hillary Clinton.

Lantas bagaimana kelanjutan kisah sukses Venezuela? Tidak ada yang terjadi. Sebab, tak disangka harga minyak dunia malah jatuh pada 2014.

Ekonomi Venezuela langsung berantakan sebab negara mereka bergantung pada minyak. Rakyatnya susah mendapat kebutuhan dasar seperti listrik dan air, hingga banyak yang mengungsi ke luar negeri. Pukulan telak lain berasal dari AS yang kini sibuk memberi sanksi ke Venezuela.

Tahun ini, IMF menyebut inflasi Venezuea mencapai 10 juta persen. Unjuk rasa besar-besaran pun terjadi pada Februari lalu untuk menuntut Presiden Nicolas Maduro, penerus Chavez, agar mundur.

Klik di sini untuk membaca demonstrasi Venezuela.


3. Demonstrasi Pro-Demokrasi di Hong Kong

Seorang pengacara mengenakan helm dan masker saat berdemonstrasi di Hong Kong, Rabu (7/8/2019). Ratusan pengacara mendukung tuntutan gerakan prodemokrasi untuk penyelidikan independen terhadap penegakan hukum terkait demonstrasi menolak RUU Ekstradisi. (AP Photo/Kin Cheung)

Rakyat Hong Kong geram dengan RUU Ekstradisi yang didukung pemerintah China. RUU itu bisa mengekstradisi pelaku kriminal ke China, namun rakyat khawatir RUU itu menjadi pasal karet yang mengincar lawan politik China.

Demonstrasi pecah pada Juni 2019, dan terus berlanjut hingga kini. Gerakan yang awalnya hanya anti RUU Ekstradisi itu berubah menjadi simbol resistensi terhadap intervensi pemerintahan China.

Tak cuman di jalanan, mall-mall di Hong Kong ikutan menjadi lapangan demonstrasi. Peserta demo mencakup murid sekolah, pengacara, sampai PNS.

Sampai sekarang, demonstrasi di Hong Kong masih berlanjut. Klik di sini untuk membaca gerakan tersebut.


4. Protes Anak Sekolah

Greta Thunberg sebagai Person of The Year di Majalah TIME. (Liputan6/Deloraine Times and Star)

Greta Thunberg awalnya berjuang sendirian di depan gedung parlemen Swedia di Stockholm. Gadis muda itu menuntut para pemimpin negaranya agar bertanggung jawab pada perubahan iklim.

Keberanian Greta untuk memulai aksi akhirnya mendapat perhatian seluruh dunia. Pada September 2019, anak-anak sekolah bolos sekolah sebagai bentuk dukungan pada lingkungan alam dan menuntut para pemimpin agar tidak mengabaikan krisis iklim yang terjadi.

Gerakan yang dimulai satu orang Greta sudah diikuti oleh sekitar empat juta orang di seluruh dunia. Tak heran Greta Thunberg terpilih menjadi Person of the Year Majalah TIME.

"(Greta) menginspirasi empat juta orang untuk bergabung pada demo iklim di seluruh dunia pada 20 September, gerakan itu adalah demonstrasi iklim terbesar dalam sejarah dunia," tulis TIME.

Klik di sini untuk membaca ceritanya.


5. Protes Kepunahan

Extinction Rebellion.(Source: AP/ Rick Rycroft)

Protes Kepunahan (Extinction Rebellion) atau disebut sebagai XR, menginginkan agar pemerintah menyatakan kondisi darurat atas perubahan iklim yang terjadi dan harus segera mengambil tindakan dalam menangani masalah lingkungan.

Organisasi tersebut bergerak sebagai aktivis tanpa kekerasan yang mengkritik aksi pemerintah terutama dalam isu lingkungan.

Extinction Rebellion pertama kali dibentuk di Inggris pada 2018 dan siap melakukan aksi di banyak negara. Kelompok tersebut menggunakan simbol sebuah jam pasir di dalam lingkaran yang berarti waktu yang segera habis bagi banyak spesies.

Gerakan ini lebih disruptif ketimbang protes anak sekolah pimpinan Greta Thunberg. Berikut kisahnya.


6. Demonstrasi Reformasi Irak

Masyarakat Irak menuntut Perdana Menteri Abdul Mahdi untuk mengundurkan diri. (Source: AP/ Khalid Mohammed)

Demonstrasi di Irak dimulai pada Oktober lalu dan masih berlangsung hingga kini. Para pendemo menuntut adanya reformasi politik terhadap pemerintahan Perdana Menteri Abdul Mahdi.

Korupsi meluas dan buruknya pelayanan publik menjadi penyebab kemarahan rakyat. Sayangnya, pemerintah Irak merespons dengan represif.

TIME melaporkan ada puluhan ribu pendemo yang ikut beraksi. Kebanyakan dari mereka adalah anak muda. Hingga November, PBB melaporkan korban sudah 319 orang dan sekitar 8.000 orang terluka. PM Mahdi pun memutuskan mundur.

Berikut kabarnya.

 


7. Protes BBM Iran

Bangunan terbakar akibat protes Iran. Dok: AP

Pengumuman kenaikan harga BBM di Iran tidak disambut baik warga. Rakyat pun melampiaskan amarahnya dengan turun ke jalan dan membakar gedung-gedung.

Pemerintah langsung merespons dengan memutuskan koneksi intenet selama lebih dari seminggu. Namun demikian, hal itu tidak membuat warga Iran lupa untuk menyebarkan informasi demonstrasi usai pemblokiran itu dicabut.

Klik di sini untuk membaca demonstrasi di Iran.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya