Indef Sebut Dana Desa Tak Mampu Sejahterakan Petani

Adanya dana desa belum mampu secara maksimal untuk mengurangi ketimpangan di desa.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Des 2019, 19:20 WIB
Jalan di pedesaan yang pembangunannya menggunakan dana desa. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Mirah Midadan Fahmid mengatakan, program dana desa terpantau belum mampu memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Rata-rata pertumbuhan penduduk miskin perdesaan selama empat tahun terakhir masih 2,7 persen.

Padahal sepanjang 2010-2014, jumlah penduduk miskin perdesaan rata-rata 3,1 persen per tahun. Dana desa merupakan program Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama. Kucuran dana desa ini dimulai pada 2015.

"Dana desa tidak begitu membantu mensejahterakan petani kita di desa," kata Mirah di dalam Diskusi Publik Refleksi Akhir Tahun 'Ekonom Perempuan: Mewaspadai Resesi Ekonomi Global' di Jakarta, Jumat (20/12/2019).

Mirah melanjutkan, upah buruh tani tahun 2019 lebih kecil dibandingkan tahun 2013. Menurut data BPS, di tahun 2013 upah rata-rata buruh petani sekitar Rp 39.818, sedangkan pada 2019 hingga September lalu sebesar Rp 38.278.

Dari data di atas Mirah menyimpulkan, adanya dana desa belum mampu secara maksimal untuk mengurangi ketimpangan di desa. Sebab, dana desa banyak dipakai untuk pembangunan infrastruktur.

Alasan dipilihnya pembangunan infrastruktur karena menganggap pertanggungjawabannya lebih mudah ketimbang melakukan aktivitas atau usaha masyarakat.

Seharusnya kata dia dana desa harus difokuskan pada program pemberdayaan masyarakat. Sehingga tercipta pengusaha baru dari desa yang mampu mengembangkan produk kawasan perdesaan.

"Baik itu di sektor komoditas maupun wisata alam," sambungnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Faisal Basri Sebut Dana Desa Tak Mampu Dongkrak Daya Beli, Ini Alasannya

Faisal Basri memberikan materi bahaya rokok. (Yopi Makdori/Liputan6.com)

Ekonom Senior Faisal Basri pun juga sependapat. Ia curiga dana desa paling banyak dinikmati oleh para elitnya saja. Sehingga dana desa tidak akan mampu mendongkrak konsumsi dan daya beli.

"Saya duga dana desa ini yang paling banyak menikmati adalah elit desa. Tidak banyak banyak efeknya (ke konsumsi)," kata dia dalam sebuah acara diskusi bertajuk Alarm Perlambatan Konsumsi, di Kawasan Kebon Sirih, Jakarta, pada Rabu 20 November 2019.

Menurutnya, dana desa seharusnya mampu meningkatkan daya beli dan konsumsi warganya. Jika digunakan untuk proyek padat karya.

"Kecuali kalau dana desa itu digunakan untuk proyek-proyek padat karya di desa," ujarnya.

Selain itu, proyek-proyek pembangunan di desa pun dapat mendongkrak konsumsi dan daya beli jika menggunakan tenaga kerja warga setempat. Misal untuk pembangunan jalan. 

"Di desa butuh bangun jalan, dana desanya untuk beli semen kemudian gotong royongnya oleh rakyat dibayar cash," ujarnya.

Namun sayangnya, hal itu juga tidak dapat terwujud di semua desa. Pasalnya, banyak desa yang kekurangan tenaga kerja karena ditinggal merantau oleh penduduknya.

"Karena di desa-desa tertentu kekurangan tenaga kerja karena mereka harus survive bekerja di luar negeri atau di kota," ujarnya.

Selain itu, dia berharap dana desa sistemnya diperbaiki tidak dipukul rata sama dari Sabang sampai Merauke karena masing-masing desa memilik permasalahan yang berbeda.

"Saya setuju dana desa, tapi (masalahnya) desa ini dipukul rata desa dari Sabang sampai Merauke. Saya rasa lebih diserahkan inisiatifnya pada lokal karena lokal yang lebih tahu," tutupnya.


Kemendagri: Dana Desa Paling Diimpikan Dibanding Sumber Pendapatan Lain

Perbaikan irigasi subak di Bali menggunakan dana desa (Foto: Dok Kemendes)

Sebelumnya, Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan mengatakan, pihaknya telah membuat transparansi sistem agar pengelolaan keuangan lebih baik. Dia mengklaim, 80 persen dari total 74 ribu lebih jumlah desa yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia, sudah menerapkan sistem tersebut.

"Kita juga melakukan pengawasan dan pembinaan, teman di kecamatan kita dorong supaya bisa melakukan supervisi pemerintah di daerah," kata Benni saat diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) dengan tema Polemik Dana Desa: Sudah Tepat Guna?," di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, pada Selasa 19 November 2019.

Benni melanjutkan, sebenarnya dana desa hanyalah satu sumber dari tujuh pendapatan dimiliki tiap desa. Seperti dari, pendapatan asli desa, alokasi APBN, hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota.

Kemudian dari dana perimbangan, bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan dana desa.

"Namun memang dana desa yang paling diimpikan, karena bisa dikatakan secara umum persentasenya 80 persen dan inilah yang paling berpengaruh ke pembangunan desa itu sendiri," jelas Benni.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya