Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk atau lebih dikenal dengan bank bjbmerupakan bank pembangunan daerah yang telah tumbuh besar menjadi bank nasional. Alasannya, selain jaringan yang telah mencakup berbagai kota besar di sebagian besar provinsi di Indonesia, Bank BJB juga dinilai mampu bersaing diantara bank nasional lainnya.
Terbukti, dari sisi aset, Bank BJB saat ini berada di urutan 14 terbesar dari 111 bank umum yang beroperasi di Indonesia. Sampai dengan triwulan III 2019, total aset Bank BJB mencapai Rp 123,7 triliun.
Advertisement
Tidak melupakan peran dan fungsi sebagai bank pembangunan daerah, salah satu visi dari Bank BJB adalah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh sebab itu, bank yang berkantor pusat di Bandung ini memiliki dan terus mengembangkan program-program pemberdayaan ekonomi daerah melalui usaha UMKM.
Seperti apa program-program tersebut? Simak wawancara khusus reporter Liputan6.com Athika Rahma, videographer Giovani Reza Rainanto dan fotografer Angga Yuniar dengan Direktur Utama Bank BJB Yuddy renaldi berikut ini:
Bisa dijelaskan secara singkat perkembangan bisnis bank bjb?
Kita ketahui saat ini banyak tekanan yang sedang dihadapi perbankan, mulai dari biaya dana, likuiditas, kualitas kredit, kondisi makro, dan sebagainya. Bagi bank BUKU III hal ini cukup terasa tekanannya, namun demikian di tengah kondisi tersebut Bank BJB masih dapat menjaga kinerja bisnis, dengan aet sebesar Rp 123,7 trilliun di triwulan ketiga tahun ini, kami berada di posisi ke 14 dari 111 bank dalam industri perbankan nasional.
Kualitas kredit atau NPL sebesar 1,75 persen masih lebih baik dibandingkan rata-rata industri sebesar 2,60 persen, dengan margin bunga bersih sebesar 5,7 persen yang juga lebih baik dibanding industri perbankan nasional sebesar 4,90 persen.
Tinggal kita jaga kinerja tersebut untuk lebih baik, Ya, rasanya jadi bank bjb adalah bank yang lahir sebagai bank daerah namun telah tumbuh besar menjadi bank nasional.
Saya juga ingin menyampaikan bagaimana fokus bank bjb ke depannya. Segmentasi bank bjb selama ini adalah di bisnis konsumer, kalau bicara mengenai besaran portofolio kurang lebih perbandingannya 70:30, sebagian besar ada pada segmen konsumer. Artinya 70 persen persen ada di konsumer, dan 30 persen ada di banyak sektor, baik itu korporasi, komersial, atau UMKM.
Arahan dari pemegang saham di RUPS terakhir cukup jelas, pemegang saham menginginkan adanya reposisi dari bisnis bank bjb untuk lebih berorientasi kepada segmen yang memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bank bjb harus menjadi agent of development, kembali kepada fungsi bank pembangunan daerah, ya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, khususnya Jawa Barat dan Banten, tanpa mengesampingkan bisnis yang ada.
Kami harus sekaligus juga mampu mempertahankan captive market yang ada. Pro-Poor, Pro-Development dan Pro-fitabilitas. Artinya bank bjb dalam menjalankan fungsinya untuk peningkatan ekonomi masyarakat dan daerah harus tetap tumbuh dari sisi profitabilitas untuk kepentingan Jawa Barat dan Banten.
Bisa dijelaskan masing-masing visi tersebut?
Pro-Poor, kami implementasikan melalui segmen UMKM. terdapat dua fokus utama yang kita kerjakan di UMKM.
Satu, adalah pemberdayaan. Kami melakukan pelatihan-pelatihan dengan menyediakan trainer-trainer yang kompeten di setiap bidang, bukan hanya sekedar memberikan modal melalui pembiayaan, tetapi kita berupaya melakukan peningkatan skill dan usaha debitur non-bankable agar menjadi layak dibiayai oleh bank.
Artinya, banyak pengusaha-pengusaha di sektor UMKM yang memiliki potensi untuk tumbuh lebih besar namun terbatas dalam pengetahuan di bidang yang digeluti, sehingga kami berdayakan terlebih dahulu dengan pelatihan-pelatihan, melalui program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Terpadu (PESAT).
Ini kita lakukan untuk meningkatkan kapasitas sekaligus menjaga kelangsungan usaha, dengan begitu usahanya akan menjadi lebih baik.
Kedua, barulah disana kita memberikan fasilitas pembiayaan.Pembiayaan ini kita lakukan melalui berbagai program, ada KUR, Kredit Mesra (Masyarakat Ekonomi Sejahtera), ada Kredit Cinta rakyat, dan program-program kredit lainnya untuk mendorong industri-industri UMKM.
Advertisement
Bisa dijelaskan lebih rinci mengenai program pemberdayaan UMKM PESAT?
Jadi PESAT ini sebenarnya program pemberdayaan. Artinya kita memberikan edukasi kepada UMKM-UMKM yang punya potensi untuk bisa tumbuh. Banyak program yang kita lakukan dalam edukasi tersebut.
Jadi, bila ada kelompok ibu-ibu, kelompok para petani, para pengusaha kecil itu kita edukasi di dalam program PESAT ini, dilaksanakan seminar, menghadirkan narasumber yang berpengalaman sehingga meningkatkan pengetahuan dan skill para pengusaha kecil tersebut.
Nah, setelah program ini berjalan dengan baik dan kita nilai sudah layak untuk dibiayai baru kita berikan fasilitas. Jadi, ini sebagai salah satu bentuk akselerasi. Kami tidak langsung memberikan working capital, tetapi kita mengedukasi mereka terlebih dahulu.
Kadang-kadang pengusaha kecil ini dari sisi administrasinya tidak terlalu bagus-bagus banget sehingga kita perlu mengedukasi mereka. Dengan literasi ini sampai mereka mengerti bagaimana menyusun laporan keuangan, bagaimana melakukan proses penjualan, bagaimana melakukan digital marketing, siapa saja yang bisa menjadi partner bisnisnya, dan sebagainya.
Untuk pembiayaan nya ada kredit Mesra (Masyarakat Ekonomi Sejahtera). Kredit Mesra ini secara plafon antara Rp 500 ribu sampai Rp 5 juta. Itu dalam satu komunitas di lingkungan rumah ibadah.
Jadi kita membentuk komunitas-komunitas di lingkungan rumah ibadah. di mana komunitas ini menjadi bagian dari rumah ibadah, bukan hanya Masjid saja, tetapi juga Gereja, Klenteng, Vihara, Pura yang merupakan agama-agama yang diakui oleh Negara.
Mereka ada komunitas 5-10 orang. Ini tanggung renteng artinya kalau seorang misalnya tidak mampu memenuhi kewajibannya akan ditanggung oleh yang lain. Sebelum proses pemberian kredit, calon debitur Kredit Mesra terlebih dahulu akan mendapatkan literasi pemberdayaannya.
Sekarang, kami sudah menyalurkan hampir sekitar Rp 7,1 miliar dan outstanding terakhir itu sudah di angka Rp 3,7 miliar dengan NPL di bawah 1 persen, hampir 0 persen.
Sejak kapan PESAT dicanangkan?
PESAT ini berjalan sudah hampir 4 tahun dan merupakan sebuah program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan secara terpadu yang dilmiliki oleh bank bjb sebagai salah satu layanan perbankan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas usaha bagi pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Bagaimana hasilnya?
ya risiko selalu ada dari sisi pembiayaan, tentu ini yang harus selalu kita mitigasi terus karena di manapun, di bank manapun portofolio UMKM memiliki risiko yang cukup tinggi, dan kita selalu memitigasi upaya-upaya agar tidak terjadi peningkatan NPL apalagi dengan dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah pada segmen UMKM yang begitu besar.
kita ditargetkan 20 persen untuk portofolio UMKM dan ini kita terus dorong.
Untuk pembiayaan ke UMKM ini paling besar diberikan ke segmen apa?
Dari segmentasi portofolionya, portofolio yang banyak sih sekarang kalau di UMKM lebih banyak ke perdagangan, pembiayaan, industri makanan, pengolahan dan sebagainya. Itu kebanyakan di sana.
Apakah ada rencana dari Bank BJB untuk mengeskalasi UMKM ini supaya bisa lebih berkembang seperti ke ekspor?
Tentu saja, misalnya pembiayaan domba Garut. Ini salah satu potensi di Jawa Barat, dan alhamdulillah kita juga sudah melakukan pembiayaan kepada beberapa industri yang sejenis, itu juga orientasinya ekspor, jadi punya nilai tambah.
Artinya, daging diolah, pengolahan lebih ke downstream, itu sudah dilakukan, dan alhamdulillah performance-nya terus baik, meningkat.
Advertisement
Bagaimana Bank BJB masuk ke perkembangan teknologi digital saat ini?
Jadi, sedikit saya akan menjelaskan demografi yang ada dalam proses kita mendorong digitalisasi di bank bjb.
Digitalisasi ini kan sebenarnya jangan sampai kita ikut-ikutan tren saja tetapi benar-benar untuk menjembatani antara bisnis bank dengan kebutuhan yang ada di market saat ini.
masyarakat sudah mulai lebih nyaman untuk melakukan transaksi-transaksi melalui smartphone dan sebagainya.
Saya ingin sampaikan bahwa penduduk Jawa Barat itu ada sekitar 50 juta jiwa, dan hampir mungkin 70 persen adalah generasi milenial, yang memang mereka banyak menggunakan gadget dan bertransaksi melalui gadget.
Digitalisasi sendiri (internet) di Jawa Barat mencapai 21,1 juta orang atau 92 persen internet diakses melalui telepon seluler.
lalu pertumbuhan, dari Jawa Barat sendiri PDRB 13,2 persen dari GDP Indonesia. Jadi cukup besar ya.
Pertumbuhan industrinya sendiri untuk UMKM itu lebih dari 120 ribu UMKM yang investasinya mencapai Rp 200,5 triliun.
Jadi, potensinya itu besar di sini. Lalu bagaimana kita harus melakukan digitalisasi?
Capex yang kita anggarkan untuk digitalisasi secara multi years sampai dengan 2022 itu sekitar Rp 800 miliar. Untuk meningkatkan kapabilitas IT dan digitalisasi.
Kita mau menjadi ‘digital orchestrator’ di Jawa Barat karena sekarang semua kebutuhan, baik Pemprov, lalu juga Pemkot dan Pemerintah Kabupaten, menginginkan bank bjb menjadi bagian dari proses di mana pemerintah menjadi lebih GCG dengan memanfaatkan teknologi.
Artinya, tidak ada interaksi lagi dalam satu transaksi melalui transaksi cash. kita ingin dorong ini semua berjalan cashless society. Jadi, yang kita akan dorong seperti itu.
kami telah bantu Kota Tangerang Selatan, bagian dari wilayah Banten yang paling produktif menurut saya, masuk ke sana dengan Tangsel Pay. Itu diinisasi oleh bank bjb.
Kami bantu proses digitalisasi pembayaran di sana sebagai langkah Tangsel menjadi sebuah smart city.
Mereka terbantu karena dari sisi APBD tentu akan naik, karena mereka akan bisa mengontrol pemasukan-pemasukan dari industri, dari hotel, dari parkir, dan kontribusi pajak, lalu untuk pajak kendaraan. itu dalam satu platform dimana kami membuatkan aplikasinya. Keuntungan buat bjb, dana tersebut akan menjadi CASA atau dana murah dalam portofolio bank.
win-win solution untuk membantu para stakeholder kita, dan shareholder kita karena pemegang saham Bank BJB itu ada 34 dari provinsi/kabupaten/kota baik di Jabar maupun Banten.
Di Tangerang itu perkembangannya bagaimana?
Cukup baik, antusiasme daripada Bu Airin sebagai Wali Kota Tangerang Selatan. Alhamdulillah ia mengapresiasi bantuan dari Bank BJB yang sudah membuatkan satu platform digital sehingga mereka bisa sangat berharap untuk peningkatan APBD melalui digitalisasi.
Bagaimana pengembangan di kota-kota lain?
Untuk kota-kota lain sedang berjalan. misalnya di daerah Jawa Barat sendiri, khususnya Bandung. kita sudah melakukan e-samsat, e-transport, e-tax, e-retribusi. Itu sudah kami lakukan dengan dinas-dinas yang terkait.
Jadi, memang bukan dalam satu platform yang secara keseluruhan, tetapi ke masing-masing dinas sudah kita lakukan seperti itu.
Jadi kita ingin menjadikan Jawa Barat ini smart city agar digitalisasi bisa kita lakukan bersama. ini win-win solution untuk semua.
Advertisement
Apa harapan Bank BJB untuk kinerja tahun-tahun ke depan?
Banyak hal yang menjadi PR saat ini. kalau bicara mengenai tahun 2019 ini memang cukup berat. kami ada beberapa regulasi yang kita tidak lanjutkan, khususnya PSAK 71, lalu kami juga terbebani adanya PSAk 24. Tahun depan juga ada PSAK 73 atas beban sewa dan sebagainya.
Tetapi, kami melihat optimismenya masih tumbuh cukup tinggi.
Kalau bicara pertumbuhan kredit kami itu sudah di atas double digit atau sekitar 11 persen. Kalau dilihat dari sektor perbankan, saat ini pertumbuhan kredit masih sekitar 9 persen.
Artinya, kami sudah tumbuh cukup baik di atas rata-rata perbankan, tapi tentu kita harus melakukan ini dengan selektif, apalagi ada isu resesi dan sebagainya. ini juga jadi hal yang kita waspadai bersama.
Jangan sampai kita ekspansi, tapi nanti jadi bermasalah membebani profitabilitas kita di bank bjb. Ini yang saya jaga.
Di lain pihak, kita juga lakukan perbaikan struktur dana pihak ketiga. Dana kami juga akan kita coba shifting lebih agresif lagi ke dana-dana murah lewat digitalisasi. Tentunya ini menjadi salah satu alat buat kami untuk bisa masuk ke pendanaan yang lebih murah.
Reporter:
Danar Jatikusumo
Athika Rahma