Liputan6.com, Kupang - Ratusan pelajar di Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terpaksa libur usai penutupan sejumlah sekolah oleh sekelompok warga yang tak puas dengan hasil Pilkades.
Kepala Sekolah SDI Kelapa Tiga, Damianus Beda mengatakan, penutupan sekolah dilakukan pada Senin (16/12/2019). Selain SDI Kelapa Tiga, tiga sekolah dasar lain juga ditutup dan terpaksa meliburkan muridnya.
Tiga sekolah yang libur usai Pilkades itu adalah SD N Arang, SDI Sagu, dan SD N Sagu. Total jumlah pelajar yang diliburkan sekolah mencapai ratusan anak.
Damianus prihatin dengan kondisi tersebut, namun ia tak bisa berbuat banyak. Para pelajar terpaksa diliburkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan protes warga setempat.
Baca Juga
Advertisement
“Saya sudah koordinasi dengan koordinator pengawas juga terkait persoalan ini. Selanjutnya kami tunggu penyelesaian dari pihak yang berwenang, kami berharap masalah ini bisa segera dituntaskan secara baik,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah oknum warga Desa Sagu menutup fasilitas umum di antaranya,beberapa sekolah dasar, puskesmas, dan kantor desa setempat.
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Flores Timur, AKBP Deny Abrahams mengatakan, penutupan sejumlah fasilitas umum itu terkait adanya tuntutan seorang warga, Bapak Kamba terkait masalah pilkades.
Bapak Kamba, bersama sejumlah anggota kelompoknya meminta agar pelantikan kepala desa terpilih di Sagu dibatalkan lantaran menilai ada kecurangan dalam pelaksanaan Pilkades.
“Mereka protes karena menurut mereka ada terjadi kecurangan yang dilakukan penyelenggara saat pemilihan kepala desa beberapa waktu lalu,” ucapnya.
Simak video pilihan berikut ini:
Pemda Dinilai Lamban
Selain menyebabkan ratusan pelajar tak bersekolah, buntut Pilkades juga menyebabkan Puskesmas ditutup. Warga yang sakit harus ke desa lain untuk mendapat penanganan medis.
Bupati Flores Timur, Anton Hadjon pun dikabarkan telah mendatangi pihak raja Sagu guna meminta fasilitas umum yang ditutup segera dibuka. Namun, langkah pendekatan Pemda tak digubris. Hingga kepala desa terpilih, Taufik Nasrun dilantik pun sejumlah fasilitas umum masih ditutup.
Menanggapi ini, Ketua Gerakan Anti Korupsi (Gertak) Flotim, Kanis Soge menilai Pemda Flotim lamban mengatasi persoalan ini. Menurut dia Pilkades adalah buah dari demokratisasi rakyat dan tidak bisa dibawa ke dalam konflik kepentingan feodalisme.
Pemda memiliki kewenangan yang diamanatkan regulasi untuk mengambil langkah baik hukum maupun politik untuk menghentikan konflik horizontal saat ini.
"Sebagai masyarakat pencinta demokrasi saya harap pemda Flotim segera merespon konflik horizontal yang sedang terjadi saat ini. Rakyat tidak boleh dibenturkan pada kepentingan tertentu," ujarnya kepada wartawan, Rabu (18/12/2019).
Ia meminta warga tetap menjaga perbedaan untuk memajukan lewotanah Lamaholot.
"Kita adalah satu dan kita tetap satu," kata Kanis.
Wakil Bupati Flotim, Agustinus Payong Boli mengatakan, saat ini pemda tengah melakukan pendekatan budaya dan hukum secara selaras.
"Hukum itu terkait laporan-laporan, kalau fasilitas itu pendekatan budaya Lamaholot," kata Agustinus.
Sebelumnya, sejumlah warga Desa Sagu menutup fasilitas umum. Yakni, beberapa sekolah dasar, puskesmas, dan kantor desa setempat.
Advertisement