Liputan6.com, Kuala Lumpur - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad punya ide agar mengakali sanksi dari Amerika Serikat (AS). Ia mengajak negara-negara Muslim untuk mempertimbangkan sistem dinar emas dan barter.
Ia berkata ada negara-negara yang membuat keputusan sepihak untuk menjatuhkan sanksi. Demi menghindari hal serupa, Mahathir pun mengajak pemakaian sistem-sistem tradisional.
Baca Juga
Advertisement
"Saya menyarankan agar kita meninjau kembali gagasan perdagangan menggunakan dinar emas dan barter di antara kita," kata Mahathir seperti dikutip VOA Indonesia, Minggu (22/12/2019).
"Kami mengkaji hal itu dengan serius dan kami berharap kami akan dapat menemukan mekanisme untuk menerapkannya," Mahathir menambahkan.
Malaysia tidak sendiri, Iran, Turki, dan Qatar juga disebut ingin memakai sistem itu demi mengantisipasi sanksi ekonomi.
Negara-negara Arab yang bersekutu dengan AS, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Qatar sekitar lebih dari dua tahun lalu.
Pemutusan hubungan itu terkait tuduhan bahwa Qatar mendukung terorisme. Qatar sudah membantah tuduhan itu. Iran, sementara itu, mendapat pukulan telak setelah Amerika Serikat menerapkan kembali sanksi terhadap negara itu, tahun lalu.
"Dunia menyaksikan negara-negara membuat keputusan sepihak untuk menjatuhkan tindakan hukuman seperti itu. Malaysia dan negara-negara lain harus selalu ingat, hal itu mungkin saja dapat dikenakan kepada kita," kata Mahathir.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kepala Negara Arab Saudi dan Indonesia Tak Hadir di KTT Malaysia, Ada Apa?
Arab Saudi menjadi satu dari sedikit negara Islam yang tidak menghadiri konferensi empat hari di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan yang bertujuan untuk mengatasi sebagian isu paling sulit di dunia Islam.
Konferensi itu diselenggarakan oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
Dikutip dari VOA Indonesia, konferensi ini diperkirakan akan membahas isu-isu seperti penderitaan Muslim Uighur di Xinjiang, provinsi terpencil di China, di mana jutaan orang ditahan di tempat yang oleh para pengecam disebut sebagai kamp interniran.
Kerajaan Saudi menyatakan memboikot KTT tersebut karena acara itu tidak diselenggarakan di bawah panji Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang berbasis di Jeddah dan beranggotakan 57 negara. OKI mengeluarkan pernyataan hari Rabu yang menyebutkan pertemuan semacam itu bukan hanya akan melemahkan blok tersebut, tetapi juga melemahkan Islam.
PM Pakistan Imran Khan dijadwalkan menghadiri forum itu, tetapi dikabarkan mundur karena tekanan dari Riyadh.
Sementara Iran, Turki dan Qatar - semuanya saingan Arab Saudi - menghadiri acara ini.
Advertisement
Indonesia Hanya Diwakili Menlu
Menurut pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan datang hanya untuk menghadiri acara pembukaannya saja. Menurutnya, KTT sedianya memang dihadiri oleh kepala negara atau kepala pemerintahan, sehingga Retno hanya datang di acara pembukaan saja.
Meski Joko Widodo atau Ma'ruf Amin tidak datang, lanjutnya, Indonesia sudah menghadiri pertemuan-pertemuan persiapan tingkat menteri luar negeri dan pejabat tinggi sebelumnya, sehingga masukan-masukan dan pandangan dari Indonesia sudah disampaikan untuk KTT Islam tersebut.
Dalam sejumlah pertemuan persiapan untuk KTT Islam tersebut, menurut Faizasyah, Indonesia menyampaikan pandangan atas berbagai tantangan dihadapi berbagai masyarakat muslim seluruh dunia dan menekankan pentingnya perdamaian serta kesejahteraan bagi umat Islam.
"Beliau (Menteri Luar Negeri Retno Marsudi) menggarisbawahi arti pentingnya persatuan di antara umat muslim itu sendiri dan ibu menteri luar negeri juga menggarisbawahi tetap arti penting dan sentral dari OKI sebagai organisasi kerjasama Islam untuk juga menjadi tumpuan dalam kerjasama di antara negara-negara Islam," kata Faizasyah.