Tanggapan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo Soal Mom-Shaming

Biasanya, mom-shaming ini kerap dialami para ibu pekerja.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 23 Des 2019, 07:00 WIB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo SpOG(K) dalam kunjungan kerja di Kendari, Sulawesi Tenggara. (Foto: Liputan6.com/Aditya Eka Prawira)

Liputan6.com, Kendari - Menjadi ibu di era sekarang ini gampang-gampang susah. Banyak dari mereka yang harus berjuang menghadapi mom-shaming, kritikan dari orang lain atas pilihan hidup yang ibu-ibu itu pilih. Biasanya, mom-shaming ini kerap dialami para ibu pekerja. 

Di sela-sela kunjungan kerjanya di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo SpOG(K) memberikan tanggapan soal isu tersebut. 

"Ya, saya tahu soal itu," kata Hasto Wardoyo saat ditanya Health Liputan6.com mengenai mom-shaming usai menjadi bintang tamu di TVRI Kendiri pada Minggu, 22 Desember 2019, sore.

Menurut Hasto, salah satu indikator secara global kemajuan di suatu negara dan suatu wilayah adalah peran wanita.

Ketika wanita tersebut ikut berperan baik maka kemajuan di wilayahnya juga baik itu terjadi. Baik itu di sektor ekonomi, sektor pendidikan, maupun sektor-sektor lainnya. 

"Mungkin ada pengecualian, seperti negara-negara khusus, katakanlah seperti negara yang memprotek perempuannya tetapi memang negara itu sektor jasanya yang yang secara kebetulan itu sudah sangat luar biasa, tapi itu tidak bisa dicontoh negara lain," kata Hasto Wardoyo

 

 


Tidak Berlaku di Negara Tertentu

Hasto mencontohkan di Mekkah. Di Mekkah, kata Hasto, diuntungkan dengan sebutan pusat ibadah yang secara taklid sudah diyakini betul bahwa orang akan datang sehingga kesejahteraannya tinggi. Sehingga para wanita tidak bekerja pun tak apa-apa.

"Jangankan perempuan, yang suami-suami saja juga enggak apa-apa (tidak kerja), karena sudah ada passive income-nya tinggi gitu loh," ujarnya.

Akan tetapi kalau di negara seperti Indonesia, Hasto mengira tidak bisa begitu. Jadi, peran wanita tetap menentukan kemajuan derajat masyarakat.

"Kalau menurut saya begitu ya. situasi di Indonesia masih harus perempuan punya peran begitu," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya