Liputan6.com, Jakarta - Senator asal Kota Surabaya yang sedang menjabat sebagai Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti berharap penguatan lembaganya sehingga bisa menjadi katalisator pembangunan di daerah dan perekat kebangsaan Indonesia.
"Wajah Indonesia adalah wajah 34 provinsi kita. Jika daerah maju dan berdaya saing, maka Indonesia juga akan maju dan berdaya saing," kata La Nyalla dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2019 dan Rencana Kerja DPD RI 2020 di Surabaya, Jawa Timur, Minggu malam, 22 Desember 2019.
Ia menjelaskan, untuk mewujudkan target tersebut, pihaknya meminta para senator membawa permasalahan di daerah ke pusat untuk dicarikan solusinya, dilansir dari Antara.
Baca Juga
Advertisement
Kalau itu berhasil, maka sejatinya peran DPD sebagai wakil daerah semakin terlihat yaitu memberi manfaat bagi daerah.
"DPD RI akan bantu mencarikan solusinya. Karena di situlah sejatinya peran DPD sebagai wakil daerah," ujarnya.
La Nyalla mengatakan, pada 2019, DPD RI telah menghasilkan 39 keputusan yang terdiri dari lima Rancangan Undang-Undang, dua Pandangan Pendapat, empat Pertimbangan, 19 Hasil Pengawasan, tiga Rekomendasi, lima Pertimbangan terkait anggaran, dan satu Usulan Prolegnas.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
tingkatkan Sinergi antara Pusat dan Daerah
Menurut La Nyalla, dalam rangka optimalisasi peran DPD untuk lebih berdaya guna bagi daerah, lembaganya sedang berupaya meningkatkan sinergi antara pusat dengan daerah.
"Penting bagi DPD untuk memastikan semua paket kebijakan ekonomi pemerintah dapat terlaksana di lapangan," ucapnya.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, DPD RI juga menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga lainnya, salah satunya dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN).
Kerja sama itu dalam ruang lingkup asistensi, supervisi, fasilitasi dan mediasi terhadap para pelaku usaha di daerah, agar dapat merasakan manfaat kebijakan-kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah.
"Salah satu fungsi penting DPD RI dalam memajukan daerah adalah kewenangan DPD RI untuk melakukan review dan harmonisasi terhadap raperda dan perda," tuturnya.
Hal itu karena fakta di lapangan ada perda yang justru menjadi penghambat percepatan pembangunan di daerah atau menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi bagi pelaku usaha di daerah.
Ia menilai perizinan yang seharusnya sederhana dan cepat, menjadi lebih sulit dan lama karena adanya aturan-aturan tambahan melalui Perda sehingga harus ditinjau ulang.
Advertisement