Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menegaskan bahwa dirinya tidak akan melindungi mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo dari jeratan hukum. Harry sendiri diduga terlibat kasus gagal bayar polis Jiwasraya dan pernah menjabat sebagai tenaga ahli KSP di bidang ekonomi sampai 19 Oktober 2019.
"Jadi tidak ada Moeldoko melindungi, apalagi Istana. Istana aja enggak ngerti kalo Pak Harry ada di sini, Jadi kalau mau diapain ya silahkan bukan tanggung jawab saya. Tidak ada tanggung jawab KSP lagi," katanya saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/22/2019).
Advertisement
Moeldoko mengatakan, bergabungnya Harry di KSP setelah keluar dari Jiwasraya. Pada saat itu, KSP memandang Harry memiliki catatan positif mengubah wajah Jiwasraya, sehingga bisa diangkat menjadi tenaga ahli di KSP.
"Kehadiran Pak Harry hari itu inisiasi pribadi ingin masuk ke KSP. Walaupun waktu itu seleksinya, harus jujur, seleksinya tidak seperti sekarang. Kalau sekarang sangat ketat seleksinya. Kalau dulu kurang ketat seleksinya," katanya.
Namun setelah isu berkembang di mana Jiwasraya ditimpa dengan masalah gagal membayar polis nasabah, KSP mulai mutuskan untuk mempertimbangkan tidak memperpanjang masa kerja Harry. Hingga akhirnya, KSP mencopot Harry per Oktober 2019.
"Pada saat itulah kita berketetapan tak lagi merekrut yan bersangkutan untuk melanjutkan pada periode KSP kedua. Sehingga pada saat kita bubarkan itu Pak Harry sudah selesai tidak ada lagi dimasukan untuk rekrut kedua. Bahkan daftarpun enggak. Jadi Pak Harry sekarang sudah enggak ada di KSP," jela dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kasus Jiwasraya Bermula dari Kelalaian OJK
Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kini tengah menjadi sorotan publik. Masalah ini bermula ketika perusahaan menunda pembayaran klaim produk asuransi JP Saving Plan sebesar Rp 802 miliar pada Oktober 2018.
Kala itu, Jiwasraya menyatakan pemenuhan pendanaan untuk pembayaran masih diproses. Namun hingga kini, perseroan masih belum sanggup memenuhi kewajiban, hingga total polis jatuh tempo atas produk tersebut pada Oktober-Desember 2019 mencapai sekitar Rp 12,4 triliun.
BACA JUGA
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, kegagalan manajemen Jiwasraya yang tak mampu memenuhi kewajiban polis jatuh tempo kepada nasabah ini berakar dari ketidakmampuan korporasi dan pemerintah selaku regulator yang seolah membiarkan masalah jadi berlarut.
"Ini soal Tata Kelola dan integritas, baik manajemen pelaku pasar dan regulator. Ada pembiaran oleh regulator dan ketidak hatian dan moral hazard manajemen," jelas Irvan kepada Liputan6.com. Senin (23/12/2019).
Irvan lantas menceritakan duduk mula permasalahan, dimana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa Jiwasraya memang terindikasi sebagai perusahaan yang secara keuangan tak sehat, khususnya sejak periode 2016-2018.
"BPK sudah melakukan Audit Investigasi 2016 untuk thn buku 2014 -2015 sudah dipublikasikan, hasilnya (MBM Tempo 15 Feb 2019.) Ada banyak temuan tapi tidak dilanjuti aparat hukum maupun OJK," tutur dia.
Advertisement