Mendikbud Nadiem Makarim Targetkan Blue Print Pendidikan Selesai dalam 6 Bulan

Nadiem Makarim mengingatkan bahwa kebijakan “Merdeka Belajar” yang digagasnya juga memiliki blue print tersendiri.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 23 Des 2019, 18:08 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat rapat dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat membahas penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021 dan sistem zonasi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan pihaknya sedang menggodok rancangan besar atau cetak biru (blue print) pendidikan Indonesia.

Namun, ia meminta semua pihak tidak memburu-buru pengerjaan blue print ini, sebab harus dilakukan dengan matang.

Blue print untuk ke mana arah pendidikan ini sedang dibuat, tidak bisa tergesa-gesa,” kata Nadiem di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Senin (23/12/2019).

Saat ini, kata Nadiem, pihaknya sudah melakukan banyak riset dan mengumpulkan materi. Ia berharap dalam enam bulan ke depan, blue print itu dapat selesai.

“Karena kita sudah banyak materi dan riset, harus dikemas dalam suatu strategi. Harapannya dalam waktu enam bulan bisa selesai draftnya,” ujarnya.

”Ini tidak bisa statis,” tambah Nadiem.

Mantan CEO Gojek ini mengingatkan bahwa kebijakan “Merdeka Belajar” yang digagasnya juga memiliki blue print tersendiri.

“Satu hal, kemerdekaan belajar itu blue print sendiri. Contoh, waktu kemarin ngomong dengan guru soal kemerdekaan belajar USBN menjadi US. Ini kenyataan yang harus dipahami, apakah guru dengan kompetensi tinggi atau rendah, harus melewati proses ini,” jelas Nadiem Makarim.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tidak Kurangi Anggaran

Nadiem menyebut, selama ini proses pendidikan di Indonesia melewatkan proses belajar guru-guru. Hal itu membuat guru terbelenggu dalam hal administrasi saja. Masalah tersebut menjadi salah satu bagian yang akan diubah dalam Merdeka Belajar atau dalam blue print pendidikan Indonesia.

Selain itu, meski nantinya UN digantikan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), hal itu tidak mengurangi anggaran UN. Sebab, keduanya sama-sama menggunakan sistem komputer. Ia memastikan alasan penghematan biaya bukanlah penyebab pergantian UN menjadi AKM.

“AKM ini kita yang buat. Itu tes dari kita. Jadi ada tolok ukur nasional, tapi yang diukur bukan muridnya, tapi sekolah," ujar dia.

"Tesnya sama dengan komputer. Jadi UN maupun AKM, tidak mengurangi budget. Prosesnya sama, anak-anak masih harus dibawa ke tempat komputer. Maka, kata hapus (UN) sangat tidak jelas, karena penghematan biaya,” Nadiem menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya