Jiwasraya Bermasalah Sejak 2006, Mengapa Tak Kunjung Sembuh?

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebenanrya sudah ebrmasalah sebelum produk JS Saving Plan ditawarkan

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 24 Des 2019, 14:00 WIB
PT Asuransi Jiwasraya Persero).

Liputan6.com, Jakarta - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) saat ini tengah menjadi perhatian berbagai kalangan karena kasus yang tengah menimpanya. Asuransi plat merah ini tengah terlibat kasus gagal bayar premi asuransu JS Saving Plan mencapai Rp 13,7 triliun.

Presiden Jokowi bahkan menyebutkan permasalahan Jiwasraya sebenarnya sudah terjadi sejak 10 tahun silam. Lalu kenapa hingga saat ini persoalan ini tak kunjung selesai?

Mengacu pada dokumen dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pekan lalu dengan DPR RI, diketahui, apa yang terjadi dengan Jiwasraya akhir-akhir ini merupakan masalah menahun mulai dari: imbas krisis moneter di 1998; berlanjut pada lambatnya penyelamatan di 2006 hingga 2010; sampai pada ketidakcermatan dalam penerbitan produk investasi JS Saving Plan di 2013 dan 2014.

Pengamat dari Riset Center of Reforms on Economics (CORE), Piter Abdullah berpandangan, akar permasalahan Jiwasraya disebabkan oleh ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum sekaligus langkah penyelamatan.

Dia menilai, keputusan pemerintah terdahulu yang terkesan lambat menutup defisit solvabilitas senilai Rp 3,29 triliun pada 2006 menyebabkan kondisi defisit keuangan Jiwasraya terus merosot pada angka Rp 5,7 triliun di akhir 2009.

Adapun batalnya pemberian fasilitas Penanaman Modal Negara (PMN) melalui penerbitan Zero Coupon Bond pada periode 2010-2011 semakin memperburuk tingkat solvabilitas perseroan per 30 November 2011 di angka Rp 6,39 triliun.

"Persoalan Jiwasraya menumpuk karena pembiaran yang terlalu lama. Ekuitas yang sudah negatif sejak tahun 2006. Artinya perhatian dan upaya yang sungguh-sungguh sudah harus dilakukan pada tahun 2006," tuturnya kepada wartawan, Selasa (24/12/2019).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kelalaian Otoritas Keuangan

Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Piter melanjutkan, meski kondisi Jiwasraya terus memburuk pihak otoritas dan pemerintah tidak juga memberikan perhatian khusus apalagi untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian. Alhasil ia pun tidak heran kalau persoalan Jiwasraya semakin membesar seperti sekarang.

Sebagai informasi, pada 2010 - 2012 langkah penyelamatan yang diambil manajemen lama ialah melakukan revaluasi aset dan melimpahkan sebagian kewajiban Jiwasraya terhadap pemegang polis ke perusahaan reasuransi. Skema reasuransi dan revaluasi sejatinya dinilai tidak memberikan keuntungan yang berarti lantaran perbaikan angka defisit hanya merupakan hasil yang semu, sehingga solusi tersebut malah menjadi masalah baru.

Piter mengatakan, dengan keputusan merilis produk JS Saving Plan pada 2013 memang Jiwasraya akan mampu meningkatkan aset, sekaligus memiliki dana segar demi menutup defisit keuangan perusahaan untuk sementara waktu. Namun di waktu yang sama, perseroan pun harus menghadapi eskalasi risiko atas liabilitas jangka pendek, ditambah meroketnya beban bunga.

Ini lantaran produk JS Saving Plan merupakan utang perusahaan yang harus dibayar ke nasabah dengan bunga 9 persen hingga 13 persen, bertenor 1 tahun. Semakin bermasalah tatkala portofolio investasi yang diperoleh dari JS Saving Plan ditempatkan di saham-saham gorengan, tanpa mengedepankan manajemen risiko.

"Itu namanya gali lobang tutup lobang. Kan persoalannya bukan di pendanaan, tapi di pengelolaan investasi yang kadung salah itu membuat Jiwasraya kondisi kesulitan likuiditas. Jadi salah obat dan bagian yang diobati juga salah," imbuh dia.

 


Dugaan Mafia Pasar Modal

Ilustrasi IHSG

Di sisi lain, Piter bilang berbagai masalah yang ada di Jiwasraya juga disinyalir karena adanya moral hazard yang menggerogoti korporasi oleh manajemen lama. Diantaranya dalam hal penempatan portofolio investasi di pasar modal.

Hal demikian juga telah disinggung oleh sejumlah anggota DPR mengenai komplotan mafia pasar mafia pasar modal.

"Masalah ini sudah 13 tahun. Pertanyaannya berarti, dari waktu itu udah ada kesalahankan. Berarti udah ada yang salah, siapa yang salah, salahnya dimana. Itu udah dihukum atau nggak?" sesalnya.

Berangkat dari hal tersebut, Piter pun berpesan agar pemerintahan Joko Widodo berani menyelesaikan masalah likuiditas Jiwasraya. Di samping itu, pemerintah juga harus memberi perhatian kepada nasabah agar mereka memberi dukungan kepada pemerintah dan manajemen baru untuk menyehatkan kembali perusahaan.

"Pemerintah sekarang harus berani mengambil tindakan. Masyarakat juga harus memahami. Kehati-hatian mengambil kebijakan menyelesaikan kasus Jiwasraya, saya kira sedikit banyak dipengaruhi oleh kasus Century. Tapi jangan malah tidak berani mengambil keputusan karena kasus Century dulu," pungkas Piter.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya