Demonstran Hong Kong Berencana Gelar Aksi Protes Saat Malam Natal

Demonstran Hong Kong berencana mengadakan pertemuan di pusat perbelanjaan utama dan menggelar demo saat malam Natal.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 24 Des 2019, 13:56 WIB
Demonstran mengenakan topeng saat berkumpul untuk menunjukkan dukungan kepada Uighur dan perjuangan mereka terhadap hak azasi manusia (HAM) di Hong Kong, Minggu (22/12/2019). Demonstran memprotes kebijakan China terkait minoritas Uighur. (AP Photo/Lee Jin-man)

Liputan6.com, Hong Kong - Pengunjuk rasa anti-pemerintah Hong Kong berencana mengadakan pertemuan di pusat perbelanjaan utama dan demo di daerah wisata populer pada malam Natal, Selasa 24 Desember 2019. Aksi tersebut akan tetap dilakukan di tengah peringatan polisi bahwa mereka akan bertindak jika terjadi masalah.

Polisi mengatakan mereka tidak akan menutup jalan untuk lalu lintas di Distrik Tsim Sha Tsui, di mana sejumlah besar orang secara tradisional berkumpul pada malam Natal untuk melihat lampu Natal di sepanjang kawasan pejalan kaki yang berbatasan dengan Victoria Harbour -- ikon kota itu.

Pihak kepolisian mengatakan bahwa tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar jalan tidak akan ditutup untuk lalu lintas di distrik tersebut. Juga tak ada kelompok besar polisi dikerahkan, kecuali terjadi masalah.

"Polisi tidak akan dikerahkan seperti di masa lalu, ditempatkan dalam jumlah besar di sepanjang tepi laut," kata pengawas senior Wong Chi-wai kepada wartawan seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (24/12/2019).

Forum pengunjuk rasa online Hong Kong mengatakan demonstran berencana untuk berkumpul di berbagai mal pada Malam Natal, sementara yang lain berencana untuk pawai di Tsim Sha Tsui dan menghitung mundur hingga Natal di dekat pantai.

Sementara itu, pekan depan, Civil Human Rights Front, yang telah mengorganisir beberapa pawai terbesar yang melibatkan lebih dari satu juta orang, telah berencana menggelar pawai lain pada Tahun Baru.


Protes Hong Kong Memasuki Bulan Ketujuh

Demonstran berkumpul untuk menunjukkan dukungan untuk Uighur dan perjuangan mereka terhadap hak azasi manusia di Hong Kong, Minggu (22/12/2019). Demonstran memprotes kebijakan China terkait minoritas Uighur. (AP Photo/Lee Jin-man)

Protes Hong Kong telah memasuki bulan ketujuh. Kendati demikian aksi tersebut dianggap telah kehilangan beberapa skala dan intensitas konfrontasi dari sebelumnya.

Sejauh ini polisi telah menangkap lebih dari 6.000 orang, sejak protes meningkat pada Juni, termasuk sejumlah besar selama pengepungan yang berlarut-larut dan keras di Universitas Politeknik Hong Kong pada pertengahan November.

Banyak warga Hong Kong marah, pada apa yang mereka lihat sebagai campur tangan Beijing dalam kebebasan yang dijanjikan kepada bekas koloni Inggris ketika kembali ke pemerintahan China pada tahun 1997.

China membantah ikut campur dan mengatakan itu berkomitmen pada formula "satu negara, dua sistem" yang diberlakukan pada saat itu dan menyalahkan pasukan asing karena mengobarkan kerusuhan.


Demo Hong Kong Dukung Uighur Berujung Ricuh

Demonstran mengenakan topeng saat berkumpul untuk menunjukkan dukungan kepada Uighur dan perjuangan mereka terhadap hak azasi manusia (HAM) di Hong Kong, Minggu (22/12/2019). Demonstran memprotes kebijakan China terkait minoritas Uighur. (AP Photo/Lee Jin-man)

Sebelumnya, unjuk rasa damai di Hong Kong mendukung warga Uighur China berujung bentrok. Polisi antihuru-hara membubarkan aksi setelah sekelompok kecil pengunjuk rasa mencopot bendera China dari sebuah gedung pemerintah terdekat dan berusaha membakarnya.

Penyelenggara aksi sempat menghentikan upaya pembakaran bendera China, namun polisi antihuru-hara tetap menyemprotkan cairan merica ke demonstran yang memicu kemarahan dari kerumunan yang melemparkan botol air mineral.

Seorang polisi langsung mengambil pistolnya dan menodongkannya ke arah para demonstran, tetapi tidak melepaskan tembakkan. Dua pengunjuk rasa ditangkap dalam insiden ini.

Beberapa ratus orang bergabung dalam aksi itu, dengan beberapa tanda yang terpampang berupa bendera biru dan putih dari gerakan kemerdekaan di wilayah Xinjiang, China barat laut.

China telah menghadapi kecaman internasional karena menahan sekitar 1 juta warga Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya dalam apa yang disebutnya pusat pelatihan kejuruan, tetapi para kritikus mengatakan adalah kamp-kamp interniran.

Munculnya sistem pengawasan dan penjara besar-besaran yang sekarang menyelimuti sebagian besar Xinjiang telah diawasi dengan ketat di Hong Kong, yang telah diguncang enam bulan protes besar terhadap pemerintahan Beijing dan kerap berakhir dengan kekerasan.

Selengkapnya dalam tautan berikut.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya