Natal Inklusif di Gereja Katedral

Warga khatolik tak terkecuali jemaah penyandang disabiltas berbondong-bondong mendatangi Gereja Katedral Jakarta Pusat untuk melakukan ibadah misa di hari Natal (25/12/2019).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Des 2019, 15:00 WIB
Umat Khatolik sedang melakukan misa di gereja Katedral Jakarta Rabu (25/12/2019).

Liputan6.com, Jakarta Warga khatolik tak terkecuali jemaah penyandang disabiltas berbondong-bondong mendatangi Gereja Katedral Jakarta Pusat untuk melakukan ibadah misa di hari Natal (25/12/2019). Ibadah misa sendiri terbagi dalam empat sesi yaitu pada pukul 07.00, 09.00, 11.00, dan 17.00 WIB.

Perayaan Natal kali ini terasa lebih inklusif dengan didatangkannya seorang penerjemah bahasa isyarat bernama Frans Susanto. Ia bertugas memberikan terjemahan dalam misa sesi kedua.

“Penerjemah hanya ada di sesi dua karena penerjemah hanya saya sendiri dan kami sudah sepakat dengan teman-teman tuli untuk mengikuti misa di sesi kedua saja,” kata Frans usai misa Natal di Gereja Katedral Jakarta, Rabu (25/12/2019).

Frans tidak hanya menjadi penerjemah di acara Natal kali ini saja, ia rutin menjadi penerjemah di misa setiap hari Minggu. Menurutnya, ia mulai menjadi penerjemah sejak 2002 silam. Dimulai dengan adanya penugasan kuliah yang memang mengharuskannya untuk membuat gerakan pengabdian kepada masyarakat.

“Selain kuliah kami juga diharapkan untuk memiliki aksi sosial masing-masing. Saya memilih bidang disabilitas, ada yang memilih tentang anak jalanan dan seterusnya. Sampai sekarang kuliahnya sudah selesai tapi pelayanannya masih jalan,” kata Frans.

 


Melayani Jemaat Difabel

Frans menambahkan, dirinya dulu sempat meiliki cita-cita menjadi seorang imam atau pastur. Namun, pendidikan imam ia hentikan, hal ini bukan berarti ia berhenti melayani. Dengan melayani kawan disabilitas khususnya tuli ia berhasil membuat para rekan tuli terbantu.

“Kawan tuli tentunya sangat menyambut gembira, mereka sebetulnya bukan hanya berasal dari Jakarta tapi juga dari Tangerang, Depok, dan lain-lain. Mereka berharap tidak hanya di Katedral yang akses tapi juga di semua gereja, karena sebagian dari mereka tidak hanya memiliki disabilitas fisik atau mental tapi juga disabilitas ekonomi kalau jarak yang ditempuh terlalu jauh,” ujar Frans.

Frans sendiri memiliki tujuan untuk mengembangkan akses beribadah. Karena sebelumnya, penyandang tuli hanya bisa datang ke gereja tanpa bisa mendengarkan isi ceramah. Mereka berpikir setidaknya dengan datangnya mereka ke gereja, Tuhan sudah mengetahui usaha mereka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya