Setahun Beroperasi, Fintech Ilegal Ini Raup Rp 33 Miliar

Polres Jakarta Utara ungkap sindikat pinjaman online (Fintech) ilegal yang bermarkasi di Pluit Village, yaitu PT Baraccuda Fintech Indonesia dan PT Vega Data.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Des 2019, 14:52 WIB
Polres Jakarta Utara ungkap sindikat pinjaman online (Fintech) ilegal yang bermarkasi di Pluit Village, yaitu PT Baraccuda Fintech Indonesia dan PT Vega Data. (Merdeka.com/Anisyah Al Faqir)

Liputan6.com, Jakarta - Polres Jakarta Utara ungkap sindikat pinjaman online (Fintech) ilegal yang bermarkasi di Pluit Village, Penjaringan Jakarta Utara. Dua perusahaan itu bernama PT Baraccuda Fintech Indonesia dan PT Vega Data. Keduanya berelasi membuat belasan aplikasi pinjaman online sejak Februari 2018.

Baru satu tahun perusahaan ini sudah memiliki 500 ribu nasabah. Perusahaan milik WN China ini ternyata tidak mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga dalam menjalankan bisnisnya kerap semena-mena.

Salah satunya cara penagihan utang pada nasabah. Penagih utang memberikan ancaman, pemerasan hingga pencemaran nama baik dan fitnah pada para nasabah. Aksi teror juga dilakukan penagih utang pada nasabah yang telat membayar utang.

"Sehingga korban merasa tertekan karena menyebarkan informasi bohong kepada teman-teman korban dari data yang mereka miliki," kata Kapolres Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi, di Kantor Polres Jakarta Utara, Jumat (27/12).

Budhi menambahkan, tindakan terjadi lantaran para penagih utang memiliki beban kerja yang berat dalam menjalankan tugasnya. Sehingga penagih utang menghalalkan segala cara demi memenuhi target kerja.

Selain itu, perusahaan Fintech ini juga kerap berganti aplikasi jika terendus oleh OJK. Namun para nasabah tetap harus membayar pinjaman sebelumnya. Beberapa aplikasi yang telah ditutup diantaranya Gajahijau, Uangberes, dan  Dompetkartu. Sementara dua aplikasi yang masih aktif yakni Kascash dan Tokotunai.

Dari aplikasi Tokotunai diketahui telah memberikan pinjaman total Rp 70 miliar dengan pengambilan Rp 78 miliar. Mereka juga dapat keuntungan dari potongan pinjaman awal senilai Rp 25 miliar. Sementara pada aplikasi Kascash meminjamkan uang senilai Rp 15 miliar dengan keuntungan sekitar Rp 5 miliar.

"Yang dihasilkan dari keuntungan mencapai Rp 33 miliar untuk satu aplikasi," kata Budhi.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Skema Pinjaman

Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Budhi menjelaskan, pinjaman online PT  Baraccuda Fintech Indonesia memang tidak mematok bunga pinjaman. Tetapi ada pemotongan dana pinjaman diawal pemberian dana. Selain itu, nasabah juga dibebankan denda Rp 50 ribu per hari bila terlambat membayar pinjaman.

Misalnya, nasabah meminjam uang Rp 1,5 juta. Lalu saat pencarian dana uang ya g diterima nasabah hanya Rp 1,1 juta. Sementara uang Rp 400 dianggap biaya administrasi. Tetapi uang yang harus dikembalikan tetap Rp 1,5 juta.

Sehingga, bila nasabah tidak membayar utang selama satu bulan, dia harus membayar utang jadi Rp 3 juta. Dalam satu tahun, uang yang dikembalikan Rp 18 juta dari uang pinjaman Rp 1,1 juta.

Hingga saat ini tercatat ada 18 ribu nasabah dari aplikasi Kascash dan 84 ribu nasabah dari Tokotunai. Mereka biasanya mendapat informasi aplikasi pinjaman online dari SMS blast. Jika ada yang tertarik meminjam uang, calon nasabah akan diminta masuk aplikasi dari link yang dikirimkan.

Setelah itu mengikuti prosedur yang mereka tetapkan. Lantaran pinjaman online ini tidak menggunakan agunan maka prosesnya terbilang cepat dan mudah.

"Ini pinjaman tanpa agunan syaratnya hanya foto copy KTP, KK, foto selfi yang bersangkutan, itu saja," ujar Budhi.

 


Rugikan Masyarakat

Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Alih-alih membantu masyarakat mendapatkan dana tunai, Fintech Ilegal ini malah membuat orang terjebak utang besar. Apalagi menggunakan cara-cara penagihan yang tak justru melanggar aturan. Akibatnya, lima tersangka dari perusahaan ini ditangkap secara terpisah.

Dua pimpinan perusahaan baru saja ditangkap di Batam Center. Mereka merupakan 2 WN China yakni OL selaku Dirut dan TD selaku wakil Dirut disinyalir akan menyebrang ke Singapura dari Pelabuhan Batam.

Sementara tiga anak buahnya sudah diamankan lebih dulu pada 23 Desember 2019, yakni Li (WN China), AR dan DS (WNI).

Atas perbuatannya, mereka dijerat Undang-Undang Nomor 19 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 368 juncto Pasal 310 juncto Pasal Kitab Hukum Undang-undang Pidana, serta Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Polisi juga akan mempertimbangkan mereka akan terjerat UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan pasal pencucian uang bila ditemukan keuntungan yang didapat dibelanjakan untuk barang lainnya.    

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya