Liputan6.com, Jakarta - Pergantian tahun erat kaitannya akan segala sesuatu bernuansa kebaruan, perubahan, dan segudang rencana. Meski tak melulu, tetapi setiap orang punya metode sendiri dalam menjalani dan menyikapi kehidupan di masa mendatang.
Bicara mengenai tahun baru, Anda tentu akrab dengan resolusi. Kata ini kerap digadang-gadang sebagai "tujuan" untuk melangkah ke fase menuju pencapaian yang jauh lebih baik dari tahap hidup sebelumnya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, secara harfiah resolusi berarti "pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal". Makna ini beriringan dengan keinginan-keinginan untuk meraih sesuatu hingga impian itu terwujud. Lantas, apa makna resolusi dari kacamata psikolog?
Baca Juga
Advertisement
"Resolusi adalah keputusan yang dibuat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu," kata psikolog klinis Kasandra Putranto saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 26 Desember 2019.
Di sisi lain, tiap orang bisa saja dengan mantap membuat beraneka ragam resolusi yang ingin diraih. Namun satu hal yang tak dapat dipungkiri, bukan hanya wacana, tetapi resolusi semestinya direalisasikan lewat berbagai langkah dan upaya yang ditempuh.
Resolusi seseorang tak jarang berujung basi alias tak kunjung terlaksana. Sekiranya, apa alasan hal tersebut dapat terjadi?
"Resolusi bisa basi jika tidak ditepati, (alasannya) ada banyak hal, entah karena hambatan atau kemampuan," demikian lanjutnya.
Kasandra juga menyampaikan, resolusi menjadi salah satu hal yang perlu hadir dalam hidup. Salah satu alasan di baliknya adalah untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Resolusi Tak Perlu Menunggu Tahun Baru
Resolusi tak melulu soal rencana besar, tetapi juga dapat lahir dari hal sederhana. Seperti yang pernah disusun oleh seorang dokter yang kini bertugas di Kalimantan Barat, Raymond Rheza.
"Pernah, pas zaman kuliah. Seingat gue kayak mencicil baca satu buku sebulan," kata Raymond kepada Liputan6.com, Kamis, 26 Desember 2019.
Di tengah kesibukan menuntut ilmu di fakultas kedokteran dan beragam kegiatan kala itu, resolusi yang ia buat tidak berjalan lancar. Ada satu hal yang Raymond petik dari kegagalannya untuk resolusi itu.
"Waktu resolusi mencicil baca satu buku per bulan itu nggak works, kayaknya karena ngga punya tujuan di akhirnya buat apa," lanjutnya.
Meski begitu, sudah setahun belakangan, Raymond berkisah telah menjalankan resolusi yang tidak perlu menunggu tahun baru untuk ia laksanakan. Adalah terkait pola mengatur keuangan.
"Nge-set maksimal pengeluaran dalam sebulan minimal berapa dan nge-set target saldo di tabungan berapa," tambahnya.
Penyusunan keuangan per bulan ini dirasa Raymond lebih stabil karena menurutnya memiliki tujuan target saldo di tabungan minimal di akhir tahun. Meski begitu, bukan berarti ia tak menemui kendala dalam pelaksanaannya.
"Kendalanya paling saat harus ngumpul bareng teman-teman yang intensitasnya sering. Lepas tiga bulan mengalir saja dan nggak defisit, stabil karena alokasi buat rekening tabungan langsung di-cut di awal," ungkap Raymond.
Pengaturan keuangan ini membuat Raymond menyadari momen "berasa memiliki pegangan". Sebelumnya, ia tidak menelisik betul uangnya habis untuk keperluan apa saja. Maka dari itu, resolusi dikatakannya perlu untuk diterapkan dalam hidup.
"Karena kita perlu sesuatu yang bisa memotivasi. Biasanya resolusi gagal karena nggak tahu di akhirnya bakal dapat reward apa. Seandainya dari awal sudah tahu reward apa yang mau dituju, mungkin akan lebih konsisten menjalani resolusinya," tutup Raymond.
Advertisement
Resolusi yang Tertunda
Kisah berbeda soal resolusi datang dari seorang Apartur Sipil Negara, Andreas Himawan. Awalnya, resolusi yang pernah ada di dalam angannya seperti menginjakkan kaki di berbagai negara di lima benua.
"Ketika gue melihat globe, keinginan itu mulai ada, tapi gue realistis saja dengan kondisi sekarang. Yang terbesar karena keluarga, karena nggak mungkin pergi seenaknya, nggak seperti saat masih lajang," kata Andreas kepada Liputan6.com, Jumat, 27 Desember 2019.
Andre, begitu ia akrab disapa, yang saat ini telah berkeluarga, menyebut kebutuhan buah hatinya sebagai prioritas. "Mau nggak mau (traveling) jadi ke-pending atau batal sama sekali," lanjutnya.
Namun belakangan, ada satu hal yang mengisi "kantung resolusinya" yakni pelesir ke negara bersalju. Rencana pun telah ia susun untuk berlibur saat musim dingin di Jepang, salah satunya dengan menabung.
"Nabung pasti, tapi mengutamakan kebutuhan si kecil, paling cepat tahun depan, sebelum si kecil sekolah," ungkap Andre.
Di sisi lain, kehadiran resolusi dirasa penting bagi Andre. "Hidup itu cuma sekali, buat itu menjadi berarti, baik buat diri sendiri maupun orang lain. Jangan buat hidup nggak ngapa-ngapain, banyak yang bisa dicapai selama hidup," tutupnya.