Mengintip Kehebatan Elang Hitam, Pesawat Tanpa Awak Karya Anak Bangsa di PT DI

Tak lama lagi, Indonesia bakal memiliki pesawat udara nirawak buatan sendiri.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 31 Des 2019, 05:00 WIB
Roll out atau pengenalan perdana pesawat udara nirawak (PUNA) bertipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) di hanggar PT Dirgantara Indonesia. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Tak lama lagi, Indonesia bakal memiliki pesawat udara nirawak buatan sendiri. Pesawat tanpa awak yang dikenal juga dengan drone itu tampil perdana di hanggar PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (30/12/2019).

Kehadiran drone berjenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) tersebut merupakan hasil pembentukan konsorsium antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Pertahanan, TNI AU, ITB, PT Dirgantara Indonesia, dan PT LEN Persero.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, drone ini mampu terbang terus menerus selama 24 jam.

"Dengan pengendalian tanpa pilot ini kebutuhan pengawasan dari udara menjadi efisien," kata Hammam.

Pesawat nirawak ini diharapkan dapat membantu menjaga kedaulatan NKRI dari udara. Mengingat kebutuhan pengawasan di udara terus bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman daerah perbatasan, terorisme, penyelundupan, pembajakan, serta pencurian sumber daya alam seperti illegal logging dan illegal fishing.

Drone bertipe Male ini telah dimulai oleh Balitbang Kementerian Pertahanan sejak 2015 dengan melibatkan TNI, Ditjen Pothan Kemhan, BPPT, ITB, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero). Di mana telah disepakatinya rancangan kebutuhan dan tujuan (DR&O) yang akan dioperasikan oleh TNI khususnya TNI AU.

Proses perancangan drone Male dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil ujinya di 2016 dan 2018 di BPPT, serta pembuatan engineering document and drawing pada 2017 dengan anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.

Pada 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masuk sebagai anggota konsorsium tersebut.

"Kini dengan tim yang lebih lengkap, saya harapkan seefektif untuk menghidupkan industri nasional yang dapat mendukung industri alat sistem pertahanan," ujar Hammam. 

Pada kesempatan itu, Hammam juga menyampaikan pernyataan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro, yang memberi nama drone Male dengan sebutan Elang Hitam atau "Black Eagle".

Sementara itu, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro mengungkapkan, pengembangan drone tipe Male ini dilakukan sepenuhnya oleh putra-putri Indonesia.

Dia menjelaskan, kemampuan drone ini ditargetkan bisa take off dan landing sekitar 700 meter dengan kemampuan terbang di ketinggian 20.000 feet. Sedangkan, kecepatan maksimum 235 km/jam dan lama terbang sekitar 30 jam.

Elfien menambahkan, drone ini akan ditargetkan uji terbang perdana pada 2020 mendatang. "Tahun depan targetnya bisa terbang perdana. Sekarang (acara roll out) masih dalam development manufacturing," ujarnya.

Dia menyebutkan, pada 2020 mendatang juga akan dibuat dua unit prototipe berikutnya, masing-masing untuk tujuan uji terbang dan uji kekuatan struktur di BPPT. Pada tahun yang sama, proses sertifikasi produk militer juga akan dimulai dan diharapkan pada akhir 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA).

"Kegiatan mengintegrasikan sistem senjata pada prototipe drone Male dilakukan mulai 2020 dan diproyeksikan sudah mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023," ucap Elfien.

Simak video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya