Kalahkan China dan India, Indonesia jadi Tempat Investasi Paling Menarik

Tingginya minat investor ke Tanah Air menjadikan Indonesia menempati peringkat tertinggi.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jan 2020, 13:00 WIB
Deretan gedung bertingkat terlihat dari jendela gedung pencakar langit di kawasan Jakarta, Kamis (26/12/2019). Pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 5,2%, berada di bawah target APBN 2020 sebesar 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa Indonesia menjadi negara salah satu tujuan investasi paling menarik diantara negara-negara berkembang lainnya. Hal itu tercermin dari hasil survei yang dilakukan Bloomberg dari negara-negara maju lainnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan tingginya minat investor ke Tanah Air menjadikan Indonesia menempati peringkat tertinggi. Sepanjang sejarah bahkan Indonesia bisa mengalahkan China dan India.

"Ini belum pernah terjadi. Ini juga yang paling menjanjikan diantara negara-negara emerging market lain khususnya investasi di pasar saham dan surat utang," kata Wimboh di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1).

Dia menuturkan, capaian tersebut tentunya tidak lepas atas kerja keras dan dukungan berbagai pihak bakm pemerintah, Bank Indonesia, dan selurub pelaku pasar modal. Sehingga sinergi dan kebijakan dibangun bersama mampu menimbulkan kepercayaan investor yang luar biasa.

 

"Tentunya ini indikasi yang bagus kepada prospek ekonomi indonesia kita ke depannya," imbuh dia.

Meski secara tren investasimengalami peningkatan cukup baik, dirinya juga tetap mewaspadai di 2020 ni masih ada beberapa faktor eksternal yang bisa saja berdampak. Diantaranya adalah ketidakadanya kesepakatan antara China dan dan Amerika Serikat serta brexit yang masih belum jelas.

"Di sisi lain kita tidak memungkiri 2020 masih ada hal yang perlu kita catat bahwa belum terjadinya kesepakatan dagang antara AS dan China," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Mampukah Indonesia Dongkrak Ekspor dan Investasi di 2020?

Ilustrasi investasi | unsplash.com/@precondo

Belum lama, Bank Indonesia merilis ramalan pertumbuhan ekonomi tahun depan yang, sayangnya, diprediksi turun dari 5,2 persen menjadi 4,9 persen hingga 5 persen saja.

Untuk itu, diperlukan langkah khusus agar ekonomi Indonesia dapat bangkit kembali, salah satunya dengan memaksimalkan ekspor, investasi dan meningkatkan konsumsi domestik.

Pengamat Ekonomi dan Politik (Ekopol) Fachry Ali menyatakan, peningkatan ekspor dapat terwujud tergantung dengan situasi permintaan global.

"Permintaan global hanya akan berjalan ketika ekonomi negara yang menjadi target ekspor kita memerlukan bahan-bahan atau komoditas dari kita," ujar Fachry dalam diskusi Outlook Ekonomi-Politik Indonesia 2020 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (29/12/2019).

Namun yang terjadi saat ini, lanjut Fachry, kondisi ekonomi global masih dilanda ketidakpastian karena adanya perang anomali Amerika Serikat, secara spesifiknya Presiden Trump, dengan China.

"Pertarungan keduanya itu bukan antar negara, tapi induvidu terhadap negara, yaitu Trump terhadap China. Dan karena Indonesia adalah anak kecil dalam ekonomi global, sudah tentu aktivitas ekonomi kita akan terpengaruh," paparnya.

Lebih lanjut, kemungkinan Indonesia untuk mendatangkan investasi asing dalam nilai besar juga sulit didapat. Tentu, hal ini berkaitan dengan ketidakpastian dampak perang dagang tadi.

"Jadi, prediksi BI saya kira cukup realistis. Bahwa apa yang dicanangkan pertumbuhan ekonomi mungkin tidak tercapai karena BI sebagai bank sentral, sebagai hidung yang mencium yang sensitif terhadap pergerakan ekonomi global terutama dalam sektor moneter," ujarnya.


Perlu Investasi Rp 1.000 Triliun Buat Dongkrak Ekonomi ke 6 Persen

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan nilai investasi minimal Rp 1.000 triliun diprediksi dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dari rata-rata lima persen menjadi enam persen sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Kami tidak hanya promosi investasi dan jauh dari itu bagaimana melakukan realisasi investasi," kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dikutip dari Antara, Selasa (17/12/2019). 

Ia menuturkan ketika pertama menjabat di BKPM, ada nilai investasi sebesar Rp 708 triliun dari investor yang ada di dalam negeri tapi belum dapat dieksekusi. Kendalanya, lanjut dia, salah satunya prosedur perizinan yang masih panjang.

"Dulu daftar tiga jam OSS (online submission system), daftar kemudian keluar nomor induk investasi tapi perusahaan belum bisa melakukan kegiatan usaha karena mereka keliling departemen urus izin, setahun tidak selesai," katanya.

Untuk itu, kata dia, pemerintah mewajibkan perizinan dari kementerian/lembaga terpusat di BKPM. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya