Louis Vuitton Segera Tutup 1 Toko Imbas Demo Hong Kong Berbulan-bulan

Penutupan satu toko Louis Vuitton di Hong Kong diperkirakan akan memicu tindakan serupa dari brand fesyen mewah lainnya.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 03 Jan 2020, 15:03 WIB
Demonstrasi anti-pemerintah di Distrik Centra Hong Kong pada 26 November 2019. (dok. Foto YE AUNG THU/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Louis Vuitton, brand fesyen mewah asal Prancis memutuskan menutup salah satu toko mereka sebagai respons protes anti-pemerintah yang digelar massa Hong Kong selama tujuh bulan terakhir. Lokasi toko tersebut berada di Mal Time Square yang berada di kawasan pusat perbelanjaan Causeway Bay.

Dikutip dari South China Morning Post, Jumat (3/1/2019), sumber dalam mengatakan merek yang dimiliki kelompok LVMH berencana menutup tokonya di mal itu setelah pemilik mal Wharf Reic menolak menurunkan biaya sewa toko di lantai dua tersebut.

Louis Vuitton diketahui memiliki delapan cabang di Hong Kong. Salah satunya berada di sekitar Mal Lee Gardens yang berjarak empat menit berjalan kaki dari Times Square. Label tersebut juga sebelumnya berencana membuka toko ke sembilan di Bandara Internasional Hong Kong pada 2021.

Label fesyen mewah itu awalnya membuka banyak cabang di Hong Kong, lantaran kota tersebut menarik banyak pembeli dari daratan China. Mereka datang karena tertarik dengan harga lebih murah yang dikenakan pada barang-barang mewah.

Kebijakan tersebut disebut karena Hong Kong merupakan pelabuhan bebas dan tidak mengenakan tarif cukai pada barang-barang impor.

Namun, sejak rombongan pengunjuk rasa makin beringas dan sentimen anti-China meningkat, diikuti penyerangan pada orang-orang yang berbicara bahasa Mandarin, serta aksi vandalisme terhadap bisnis berkaitan dengan China, pengunjung dari China daratan pun menyusut.

Berdasarkan data yang dirilis Hong Kong Tourism Boar, hanya 2,65 juga orang yang berkunjung ke Hong Kong pada November 2019, menurun sekitar 56 persen dari periode sama tahun lalu.

Penjualan retail juga merosot, seperti dialami sejumlah brand ternama, seperti Moncler, Gucci, dan Salvatore Ferragamo. Ketiga brand tersebut melaporkan penjualan mereka turun hingga 45 persen selama kuarter ketiga yang berakhir pada 30 September.

Sementara, LVMH melaporkan penjualan mereka turun 25 persen di Hong Kong dalam periode yang sama. Demi mengatasi krisis, mereka menugaskan staf penjualan mereka ke toko di China daratan. Para pembeli yang biasanya datang ke Hong Kong untuk berbelanja kini bisa membeli barang mewah itu di negara mereka. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengaruhi Tren ke Depan

Ilustrasi tas klasik Louis Vuitton memperlihatkan koleksi musim gugur 2011 di Paris (PIERRE VERDY / AFP)

Penjualan barang mewah di Hong Kong sebagian besar disumbang para pengunjung internasional dan mereka yang berasal dari Tiongkok. Jumlahnya mencapai 70 persen dari total pembelian.

Properti komersial Hong Kong termasuk yang termahal di dunia. Itu pula yang jadi alasan demo Hong Kong tak berkesudahan berdampak signifikan pada penjualan produk mewah.

Tak hanya Louis Vuitton yang mengumumkan penutupan salah satu tokonya. Label fesyen asal Italia, Prada, juga mengonfirmasi akan mengakhiri sewa cabang utamanya di Causeway Bay pada Juni 2020.

Merespons hal itu, pemilik tanah mengumumkan akan menurunkan biaya sewa bulanan 44 persen lebih rendah dari 9 juta dolar Hong Kong pada penyewa berikutnya. Sikap serupa juga ditunjukkan Swire Properties, pemilik mal Pasific Place di Admiralty, dan Hong Kong Land, pemilik Mal Landmark di Central.

Dengan hengkangnya Louis Vuitton dari mal mewah itu, diduga akan berpengaruh pada keberadaan brand mewah lain di bawah LVMH, seperti Dior, Fendi, Celine, dan Givenchy. Sebagai leader, Louis Vuitton akan jadi penentu tren ke depan, tak hanya soal fesyen, tapi juga strategi retail dan bisnis.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya