Liputan6.com, Jakarta - Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengklaim sebagian wilayah perairan Indonesia, tepatnya Natuna. Sebelumnya, kapal asing asal China juga memasuki wilayah perairan tersebut.
Pemerintah Indonesia sudah memberikan peringatan kepada Dubes Republik Rakyat Tiongkok (RRT) usai masalah kapal asing dari China yang memasuki wilayah perairan Natuna.
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah RI melalu Kementerian Luar Negeri kembali menegaskan bahwa Indonesia dengan tegas menolak klaim historis RRT atas ZEEI.
Pemerintah Indonesia pun akhirnya menyatakan bahwa posisi Indonesia kini sudah jelas hingga tidak perlu ada lagi komunikasi lebih lanjut.
"Kalau posisi Indonesia jelas, mengacu pada nilai-nilai kedaulatan nasional dan juga hukum internasional yang berlaku. Dalam konteks itu jelas, posisi Indonesia lah yang benar," papar Mahendra Siregar, Wamenlu RI kepada wartawan ketika ditemui di Jakarta, 4 Januari 2020.
"Saya rasa komunikasi sudah cukup. Yang penting message nya diterima dan kita tetap dalam prinsip dan kaidah yang kita pegang, lagi-lagi berdasarkan kedaulatan nasional dan hukum internasional," imbuh Mahendra.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
RI Tegas Tolak Klaim China
Pemerintah Indonesia kembali menegaskan, menolak klaim China atau Tiongkok terhadap wilayah Natuna. Hal ini disampaikan usai rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko Polhukam.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 3 Januari 2020.
Dia menuturkan, dalam rapat tersebut, pemerintah memastikan bahwa kapal-kapal China telah melakukan pelanggaran-pelanggaran di wilayah ZEE Indonesia.
Menurut Retno ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982.
"Tiongkok merupakan salah satu party dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," ujarnya.
Selengkapnya di sini...
Advertisement