Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha dari Mali Afrika Barat pada 2020 mengimpor 40 kontainer lada putih per bulan dari Bangka Belitung (Babel), sehingga dapat meningkatkan harga komoditas khas Provinsi Kepulauan Babel dan kesejahteraan petani di daerah ini.
Dikutip dari Antara, Duta Besar Republik Indonesia untuk Senegal Afrika, Mansyur Pangeran, mengatakan selaku pejabat pemerintah berupaya menjembatani pengusaha dari Mali Afrika Barat untuk mengimpor hasil lada petani daerah ini.
Ia mengatakan pembeli dari Mali Afrika Barat ini sangat tertarik dengan lada putih Babel, karena berkualitas dan memiliki cita rasa atau kepedasan yang tinggi dibandingkan lada dari luar daerah atau negara lainnya.
"Pengusaha dari Mali mencari produk lada, setelah tahu maka kami ke Babel untuk berkunjung. Mudah-mudahan pengusaha tersebut akan mengimpor lada Babel. Banyak sekali jumlahnya mencapai 40 kontainer per bulan, dan ini juga komintmen antara pengusaha sini dengan pengusaha sana," ujarnya lagi.
Wagub Kepulauan Babel Abdul Fatah mengatakan kunjungan Dubes RI dapat mempercepat upaya pemerintah daerah mentransformasikan pertumbuhan perekonomian daerah awalnya pada tataran tambang, kemudian bergeser ke pariwisata dan perekebunan, kelautan serta perikanan.
Baca Juga
Advertisement
"Dengan adanya kunjungan ini, diharapkan dapat membawa dampak yang baik buat perekonomian Babel, dan akan terus ditindaklanjuti oleh Pemprov Babel dengan cara melakukan komunikasi secara terus-menerus dengan Dubes RI untuk Senegal Afrika tersebut," katanya lagi.
Ia mengatakan duta besar melalui koordinasi 8 negara di Afrika Barat itu menilai pangsa pasar yang sangat bagus dan diharapkan pejabat pemerintah itu, sesuai dengan apa yang sudah dikomunikasikan secepatnya bisa berlanjut dan ditindaklanjuti.
"Mudah-mudahan yang kita lakukan merupakan terobosan, mentransformasikan ekonomi kita yang semula mengandalkan tambang bergeser pada sektor lainnya," katanya lagi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mampukah Indonesia Dongkrak Ekspor dan Investasi di 2020?
Belum lama, Bank Indonesia merilis ramalan pertumbuhan ekonomi tahun depan yang, sayangnya, diprediksi turun dari 5,2 persen menjadi 4,9 persen hingga 5 persen saja.
Untuk itu, diperlukan langkah khusus agar ekonomi Indonesia dapat bangkit kembali, salah satunya dengan memaksimalkan ekspor, investasi dan meningkatkan konsumsi domestik.
Pengamat Ekonomi dan Politik (Ekopol) Fachry Ali menyatakan, peningkatan ekspor dapat terwujud tergantung dengan situasi permintaan global.
"Permintaan global hanya akan berjalan ketika ekonomi negara yang menjadi target ekspor kita memerlukan bahan-bahan atau komoditas dari kita," ujar Fachry dalam diskusi Outlook Ekonomi-Politik Indonesia 2020 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (29/12/2019).
Namun yang terjadi saat ini, lanjut Fachry, kondisi ekonomi global masih dilanda ketidakpastian karena adanya perang anomali Amerika Serikat, secara spesifiknya Presiden Trump, dengan China.
"Pertarungan keduanya itu bukan antar negara, tapi induvidu terhadap negara, yaitu Trump terhadap China. Dan karena Indonesia adalah anak kecil dalam ekonomi global, sudah tentu aktivitas ekonomi kita akan terpengaruh," paparnya.
Lebih lanjut, kemungkinan Indonesia untuk mendatangkan investasi asing dalam nilai besar juga sulit didapat. Tentu, hal ini berkaitan dengan ketidakpastian dampak perang dagang tadi.
"Jadi, prediksi BI saya kira cukup realistis. Bahwa apa yang dicanangkan pertumbuhan ekonomi mungkin tidak tercapai karena BI sebagai bank sentral, sebagai hidung yang mencium yang sensitif terhadap pergerakan ekonomi global terutama dalam sektor moneter," ujarnya.
Advertisement