Liputan6.com, Jakarta - Studi terbaru dari sekelompok peneliti yang dipimpin oleh asisten profesor di School of Marine and Atmospheric Sciences di Stony Brook University, Kevin Reed, menemukan bahwa perubahan iklim memengaruhi curah hujan dan volume badai Florence yang terjadi di Amerika Serikat pada 2018 lalu.
Kerangka kerja pada studi ini adalah "atribusi perkiraan" (forecast attribution). Dengan kerangka kerja ini, sebagaimana dikutip dari Eurekalert, Selasa (7/1/2020), peneliti dapat menyelidiki efek perubahan iklim pada peristiwa badai individual beberapa hari sebelumnya.
Baca Juga
Advertisement
Pada 2018, sebelum Badai Florence, Kevin dan tim memanfaatkan simulasi badai yang berbasis pada model perubahan iklim. Berbekal pada model ini, mereka membuat sebuah perkiraan.
Perubahan iklim pada lingkungan skala besar di sekitar kawasan di mana Badai Florence terjadi menyebabkan badai itu sekitar 80 km lebih besar. Kala itu volume curah hujan di kawasan Carolina juga diperkirakan akan meningkat 50 persen.
Dampak perubahan iklim sudah hadir
"Dengan kemampuan kami untuk pemodelan numerik 'tinjau balik' tambahan tentang badai di sekitar faktor perubahan iklim, kami menemukan prediksi tentang peningkatan ukuran badai dan peningkatan curah hujan badai di area tertentu menjadi akurat, bahkan jika jumlah dan proporsinya tidak tepat," ujar Kevin.
Lebih penting lagi, kata Kevin pemodelan yang mereka buat menggambarkan bahwa "dampak perubahan iklim terhadap badai sudah hadir saat ini dan bukan sesuatu yang hanya diproyeksikan untuk masa depan kita."
(Why/Isk)
Advertisement