Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melarang pemakaian kantong plastik mulai Juli 2020. Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri merespon rencana pelarangan penggunaan kantong plastik bagi pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat tersebut.
Menurutnya, pemerintah harus benar-benar mengkaji dan menyusun peraturan mendetail mengenai pelarangan ini. Sebab kebiasaan pedagang dan masyarakat menggunakan kantong plastik dalam berbelanja tidak dapat berubah sekejap mata.
Baca Juga
Advertisement
Lebih lanjut, harus ada solusi alternatif yang ditawarkan pemerintah agar kegiatan transaksi jual beli tetap kondusif.
"Kami akan kaji, ini unsur-unsurnya apa, rincinya seperti apa. Apakah berlaku di pasar tradisional atau pasar swalayan. Pemerintah jangan hanya keluarkan aturan, tapi apa yang ditawarkan sebagai solusi alternatif pengganti plastik itu," ujar Abdullah saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/1/2020).
Lebih lanjut, kebiasaan konsumen menggunakan kantong plastik sudah menjadi pilihan, karena ada beberapa barang belanjaan yang tidak bisa menggunakan tas yang dipakai berulang kali (reusable bag).
"Contohnya, ikan basah, itu transaksinya masih pakai plastik, kan," ujar Abdullah.
Lebih lanjut, Abdullah mengatakan agar pemerintah turut mengajak diskusi para pedagang sebelum mulai menerapkan kebijakan. Kemudian, sosialisasi juga diperlukan karena tidak semua pihak bisa memahami dan memaklumi kebijakan ini.
"Ya memang tujuannya bagus, tapi sosialisasikan dahulu, supaya kita paham, jangan tahu-tahu melarang dan tidak ada rincian (larangan)nya," tutur dia.
Saksikan video di bawah ini:
Tetap Beri Kantong Kresek ke Pembeli, Pedagang Terancam Sanksi Rp 25 Juta
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Andono Warih menyatakan pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat akan dikenakan sanksi bila menyediakan kantong plastik sekali pakai.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.
"Bentuknya administratif, sanksinya bertingkat dari teguran tertulis, uang paksa lalu sampai hal itu enggak diindahkan ada pembekuan izin hingga pencabutan izin," Andono saat dihubungi, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Pada Pasal 23 untuk saksi teguran tertulis tersebut diberikan secara bertahap selama 14x24 jam dan bila tidak diindahkan akan diberikan teguran kedua 7x24 jam. Namun, bila tetap dihiraukan akan diberikan teguran tertulis ketiga 3x24 jam.
BACA JUGA
Lalu, bila surat teguran sampai ketiga diabaikan pihak pengelola akan dikenakan sanksi denda atau uang paksa. Besaran denda tersebut minimal Rp 5 juta dan maksimal Rp 25 juta.
Uang denda itu harus dibayarkan dalam waktu satu Minggu sejak pengelola menerima surat pemberitahuan sanksi administratif. Bila terlambat membayar atau lebih dari tujuh hari denda akan menambah menjadi Rp 10 juta.
Bahkan bila denda itu terlambat dua Minggu atau 14 hari, pengelola dikenakan denda sebesar Rp 15 juta. Selanjutnya lebih dari 30 hari diberikan sanksi Rp 25 juta.
Kemudian yakni sanksi adanya sanksi pembekuan izin akan diberlakukan bila pengelola tidak membayarkan sanksi denda lebih dari lima Minggu.
Selanjutnya yaitu sanksi pencabutan izin untuk pengelola bila tetap mengindahkan sanksi pembayaran denda.
Advertisement