Deretan Saham yang Bikin Jiwasraya Gagal Bayar

Jiwasraya berinvestasi di saham berkualitas rendah dan tidak likuid, sehingga menyebabkan gagal bayar.

oleh Athika Rahma diperbarui 08 Jan 2020, 18:15 WIB
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengungkap bahwa Jiwasraya memang melakukan penanaman modal di saham-saham berkualitas rendah.

Dalam pemaparan temuan BPK dan Kejaksaan Agung di Gedung BPK, Rabu (8/1/2020), Agung menyebutkan beberapa saham berkualitas rendah yang dimaksud.

"Saham berkualitas rendah dan mengalami penurunan nilai. BJBR, SMBR, PPRO, dan lain-lain," tutur Agung.

Lebih jelasnya, BJBR ialah kode saham milik PT Bank BJB.

Sementara, SMBR ialah kode saham milik perusahaan PT Semen Batu Raja dan PPRO ialah kode saham PT PP Properti, anak usaha BUMN perumahan PT PP.

Saham tersebut dianggap bernilai rendah sehingga merugikan investornya. Ini juga yang menjadi alasan mengapa Jiwasraya mengalami gagal bayar.

"Jiwasraya berinvestasi di saham berkualitas rendah dan tidak likuid, sehingga menyebabkan gagal bayar," tutur Agung.


BPK Sebut Ada Konflik Kepentingan di Kasus Jiwasraya

Suasana konferensi pers pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama Kejaksaan Agung tentang hasil pemeriksaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di Jakarta, Rabu (8/1/2020). BPK menyatakan laba keuangan Jiwasraya sejak 2006 semu karena hasil rekayasa laporan keuangan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyatakan, kerugian yang ditanggung PT Asuransi Jiwasraya akibat adanya penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi fraud dalam pengelolaan saving plan dan investasi.

Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan investigasi pendahuluan yang dilakukan sejak tahun 2018.

Agung menyebut, sejak tahun 2015 produk saving plan merupakan produk yang memberikan kontribusi pendapatan tertinggi di PT AJS. Produk ini merupakan produk simpanan dengan jaminan return atau bunga yang sangat tinggi.

Namun, dana dari saving plan diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah sehingga mengakibatkan adanya negatif spread pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan liquiditas pada PT AJS yang berujung pada gagal bayar.

“Kerugian itu terutama terjadi karena PT AJS menjual produk saving plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi yang dilakukan secara masif sejak tahun 2015,” kata dia, Rabu (8/1/2020). 

Agung menyebut, pihaknya menemukan adanya penyimpangan pada penjualan saving plan. Diantaranya penunjukan pejabat kepala pusat bancassurance senior pada SPV pusat tidak sesuai ketentuan.

Kemudian, pengajuan cost of fund langsung kepada direksi tanpa melibatkan divisi terkait dan tidak didasarkan pada dokumen perhitungan cost of fund dan review usulan cost of fund.

Selanjutnya, Penetapan cost of fund saving plan tidak mempertimbangkan kemampuan investasi Jiwasraya untuk menghasilkan pendapatan yang diperlukan untuk menutup biaya atas produk asuransi yang dijual.

“Dalam pemasaran pada produk saving plan yang diduga terjadi konflik kepentingan atau conflict of interest karena pihak-pihak terkait di PT AJS mendapatkan fee atas penjualan produk tersebut,” ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya