Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, pemerintah akan mencicil dana nasabah PT Asuransi Jiwasraya yang telah mengalami gagal bayar. Cicilan tersebut, menggunakan pembentukan dana holding asuransi sebesar Rp 1,5 triliun.
"Kan ada stepnya, pembentukan holding itu nanti akan ada cashflow Rp 1,5 triliun kita bisa cicil ke depan. Juga nanti ada aset saham yang mungkin bisa dilepas itu bisa," ujar Erick di Kantor Kemenlu, Jakarta, Kamis (9/1).
Pemerintah terus berupaya menyelesaikan kasus Asuransi Jiwasraya. Hal tersebut perlu dilakukan agar kepercayaan masyarakat terhadap investasi di Indonesia terjaga.
Baca Juga
Advertisement
"Kita tahu pertumbuhan ekonomi tinggi. Tapi pengelolaan Good Corporate Governance (GCG) tidak ada. Bagaimana publik bisa percaya, bagaimana bursa bisa melemah. Kemarin bursa melemah karena orang tidak ada yang percaya, akhirnya invest lagi di tempat lain. Karena itu kita memastikan ini berjalan dengan baik," paparnya.
Dia menambahkan, pemerintah tidak mau dianggap melarikan diri walaupun kasus Asuransi Jiwasraya sudah terjadi sejak 2006. Solusi pembayaran dana nasabah akan terus diupayakan oleh pemerintah.
"Kita tidak mau dianggap BUMN melarikan diri walaupun tahun 2006. Apa yang terjadi dulu dan sekarang saya yakin pemerintah selalu mencarikan solusi pasti dibawah pemerintahan Jokowi. Tentu kebetulan kami yang sedang coba bekerja sama memberikan solusi. Jadi bukan lempar problem. Kita harus mejadi solusi maker," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPK Catat Jiwasraya Rugi Rp 10,4 T Akibat Investasi Saham Gorengan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat PT Asuransi Jiwasraya mengalami indikasi kerugian sebesar Rp 10 triliun akibat investasi pada saham gorengan. Saham gorengan yang dimaksud adalah perusahaan menyimpan dana pada saham-saham berkualitas rendah.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, dalam proses jual beli saham pihak Jiwasraya terlibat dalam permainan negosiasi harga saham. Padahal seharusnya sebagai investor, seharusnya Jiwasraya tidak memiliki hak untuk menentukan harga saham.
"Jual beli dilakukan dengan pihak tertentu secara negosiasi agar bisa memperoleh harga tertentu yang diinginkan. Kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal, yaitu di atas 2,5 persen," ujar Agung di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Rabu (8/1/2019).
Adapun saham-saham yang dimaksud adalah beberapa saham dengan kode SMBR, BJBR dan PPPRO. Untuk ketiga saham ini, indikasi kerugian sementara tercatat sekitar Rp 4 triliun.
"Indikasi kerugian sementara Jiwasraya atas transaksi tersebut diperkirakan sekitar Rp 4 triliun," papar Agung.
Advertisement
Saham Kualitas Rendah
Kemudian dalam perjalanan transaksi, hasil jual beli yang dikumpulkan dari investasi saham tersebut diindikasikan disimpan oleh Jiwasraya dan Manajer Investasi pada beberapa instrumen reksa dana yang juga memiliki kualitas rendah. Sampai pada 30 Juli 2018, Jiwasraya memiliki 28 produk reksadana.
Sebagian besar produk tersebut di antaranya milik Jiwasraya, dengan kepemilikan di atas 90 persen. "Pihak-pihak yang terkait adalah pihak internal Jiwasraya, pada tingkat direksi dan general manager, serta pihak lain di luar Jiwasraya," kata dia.
Adapun indikasi kerugian perusahaan pelat merah tersebut terkait reksadana sekitar Rp 6,4 triliun. Maka apabila dijumlahkan dengan kerugian pada saham gorengan, total potensi kerugian Jiwasraya mencapai Rp 10,4 triliun.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com