Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengumumkan telah melakukan pemblokiran layanan financial technology (fintech) ilegal di Indonesia dalam kurun waktu 2018-2019.
Pemblokiran itu dilakukan tidak hanya dari aduan, tapi juga pemantauan dari mesin AIS. Berdasarkan siaran resmi yang diterima, Jumat (10/1/2020), pemblokiran itu dilakukan sebagai bentuk komitmen Kemkominfo melindungi masyarakat dari layanan fintech ilegal maupun yang belum terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dari data Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, ada 4.020 situs dan aplikasi fintech yang ditangani termasuk diblokir Kemkominfo sepanjang Agustus 2018 hingga Desember 2019.
Baca Juga
Advertisement
Pada 2018, Kemkominfo menangani dan memblokir 211 situs termasuk 527 aplikasi fintech yang terdapat di Google PlayStore. Sementara di 2019, jumlah itu meningkat menjadi 3282.
Adapun rincian untuk situs maupun aplikasi yang diblokir adalah 841 untuk situs, 1.085 untuk aplikasi Google PlayStore, dan 1.356 untuk aplikasi yang ada di luar Play Store.
"Kemkominfo sejak 2016 merupakan anggota Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi yang dibentuk Otoritas Jasa Keuangan. Hadirnya satgas ini bertujuan melindungi konsumen dan masyarakat dari maraknya fintech ilegal," tutur Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu.
Tidak hanya itu, Kemkominfo juga meluncurkan portal cekrekening.id pada 2017 yang dapat digunakan masyarakat untuk membantu masyarakat mendapatkan informasi rekening bank yang diduga terindikasi tindak pidana, termasuk melaporkannya.
"Kemkominfo terus mengimbau masyarakat hanya menggunakan layanan yang sudah terdaftar di OJK, dan tetap waspada dalam menggunakan layanan situs maupun aplikasi fintech," tutur Ferdinandus.
Kemkominfo Blokir 738 Sistem Teknologi Fintech Ilegal
Sebelumnya, sepanjang 2018, Kemkominfo melaporkan telah melakukan pemblokiran terhadap 738 sistem informasi fintech ilegal.
Dalam keterangan resmi yang diterima Tekno Liputan6.com, Kamis (20/12/2018), sistem operasi yang dimaksud terdiri dari 211 situs web dan 527 aplikasi fintech ilegal yang ditemukan di Google PlayStore.
Aksi pemblokiran situs web paling banyak dilakukan pada Desember 2018 yang mencapai 134 situs. Pada Desember 2018, aksi pemblokiran di aplikasi Google Play Store juga masuk dalam kategori paling banyak dengan 216 aplikasi.
Dari data yang dihimpun, pada Januari sampai dengan Juli 2018 tidak ada situs web dan aplikasi yang diblokir. Baru pada Agustus 2018, Kemkominfo memblokir 140 aplikasi fintech ilegal di Google Play Store.
Untuk diketahui, pemblokiran ini dilakukan berdasarkan permintaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku instansi pengawas dan pengatur sektor jasa keuangan.
Selain OJK, pemblokiran ini diambil dengan mempertimbangkan aduan masyarakat melalui sistem aduan konten termasuk penelesuran mesin AIS milik Kemkominfo.
Untuk itu, masyarakat yang mengenali ada situs web atau aplikasi yang terindikasi masuk fintech ilegal, dapat melaporkannya melalui aduankonten.id atau akun Twitter @aduankonten.
Nantinya, laporan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh Satuan Tugas Waspada Investasi Ilegal yang beranggotakan lebih dari 13 Kementerian dan Lembaga.
Advertisement
Grab dan Go-Jek Bicara Peluang Fintech di Indonesia
Dua layanan ride hailing di Indonesia, Go-Jek dan Grab, pun mengakui pentingnya layanan fintech. Selain itu, keduanya melihat ada peluang besar layanan itu tumbuh di Tanah Air.
Go-Jek kian melebarkan bisnisnya dengan mendorong penggunaan berbagai transaksi di layanannya menggunakan dompet digital, Go-Pay.
Diungkapkan Managing Director Go-Pay, Budi Gandasoebrata, kebutuhan fintech lahir karena adanya celah antara jumlah pemilik rekening bank dan unbank (belum memiliki rekening bank). Fintech pun berusaha menyelesaikan masalah tersebut.
Penetrasi smartphone yang tinggi pun menjadi peluang manis bagi Go-Pay untuk memikat konsumen.
“Go-Pay masuk karena kami melihat tingginya penetrasi smartphone di sini. Lalu kami pun berusaha dengan Go-Pay, bagaimana memanfaatkan teknologi untuk finansial,” ujar Budi dalam acara GSI Scale Con 2018 di Jakarta, Senin (3/11/2018) malam.
Dijelaskannya, kebutuhan layanan finansial berbasis teknologi akan terus mengalami peningkatan. Terlebih lagi jika infrastruktunya terus mengalami peningkatan.
(Dam/Isk)