Liputan6.com, Jakarta - Pemahaman terhadap asal-usul kesenian maupun revitalisasinya pada awalnya belum terpikirkan. Namun yang penting adalah memaknai rasa bersama dalam memberi masukan berkarya.
Salah satunya memahami Lenong Betawi. Lenong Betawi masuk ke dalam seni pertunjukan. Lenong Betawi muncul sekitar 1920-an. Seni pertunjukan sempat memasuki masa jaya pada 50 tahun yang lalu.
Baca Juga
Advertisement
Pengamat Kesenian Betawi, Julianti mengatakan dulu sering melihat latihan lenong di Taman Ismail Marzuki (TIM) sehingga ia melihat ada suatu warna teater yang hidup.
Julianti lebih dikenal di kalangan orang-orang TIM dengan penari balet. Julianti mulai berkarya atau mengenal budaya betawi sejak di TIM.
“Dulu saya penari balet dan sempat tampil di TIM, saya memiliki kecintaan terhadap seni pertunjukan karena saya sering melihat dan sering bergaul dengan orang-orang di seni pertunjukan yang ada di TIM,” ujar Julianti di Selasar Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta (10/01).
Menurut Julianti dalam berkesenian perlu meleburkan diri untuk meningkatkan kreativitas, dan kemajuan. “Itu akan terwujud bila kita saling memahami satu sama lain,” tutur Julianti.
Julianti menilai pelatihan seniman itu penting sebelum mereka terjung mengajar kepada orang-orang awam.
“Justru, sebelum kita turun ke sekolah, kita mesti memperoleh ilmunya dulu dan keterampilannya. Kita bisa mengajar kalau sudah belajar ilmunya. Contohnya, bagaimana kita bisa mengajar Gambang Kromong, kalo kita belum belajar Gambang Kromong. Kita mesti tahu esensi dari Gambang Kromong itu,” terang Julianti.
Julianti mengungkapkan pandangannya soal lenong menjadi warisan dunia.
“Soal ke luar negeri, esensi berkesenian itu bukan ke luar negeri. Kita mesti mampu menjadi tuan rumah sendiri, kita mesti berhasil di rumah kita sendiri. Ke luar negeri kalau sudah pantas,” terang Julianti.
Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ.