Liputan6.com, Jakarta Kiprah seni pertunjukan tradisi lenong memiliki falsafah ilmu pengetahuan yang tidak sedikit nilainya. Lenong merupakan representasi nilai yang menakar dan menukar sudut bidik segala kebijakan yang diambil seni tradisi menjadi aktual dan modern.
Ada perkawinan akbar, yaitu penggalian, penelitian, perenungan dalam proses kreatif. Tradisi dan modern melebur menjadi satu sikap kesadaran, melalui proses kreatif. Salah satu tokoh populer adalah alm Yamin Azhari.
Baca Juga
Advertisement
Seniman Betawi, Nendra WD, mengaku telah mengenal lama alm Yamin Azhari, “Saya ikut serta sebagai penulis cerita Betawi, masuk dalam beberapa keluarga besarnya Benyamin Sueb dengan production house-nya, membuat sinetron yang berbau Betawi. Dari 'Anak Ondel-Ondel', 'Keluarga Sabeni', sampai 'Biang Kerok',” tutur Nendra di Selasar Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta (10/01).
Tidak hanya itu, Nendra menyinggung soal Lenong Betawi yang sudah mulai redup dimakan zaman.
Menurut catatan, lenong muncul dari plesetan untuk seorang Tionghoa bernama Lian Ong yang menciptakan pertunjukan hiburan diiringi musik gambang kromong.
Tidak hanya lenong, wayang dungdung termasuk menjadi kesenian orang Tionghoa pada masa itu. “Peralatan wayang dungdung ini masuk menjadi alat-alat instrumen gambang kromong,” kata Nendra.
Nendra mengatakan bahwa, tradisinya pada waktu itu, sebelum orang-orang tampil, pasti akan membakar menyan, dan ada bacaan-bacaan tertentu yang kemudian arangnya akan dipeperkan di alis atau jenggot orang yang main lenong.
Nendra sebagai seniman Betawi berharap lenong tidak hanya tampil di panggung gedung kesenian, tetapi juga memiliki tempat di luar gedung kesenian.
“Kita coba rujuk, bagaimana lenong mampu main di kampus, main di pusat belanja, main di sekolah hingga berpentas keliling dan lenong menjadi dikenal lebih populer sehingga menjadi hiburan yang bermakna,” tutur Nendra.
Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ.