Liputan6.com, Jakarta - Merebaknya Intoleransi dan radiklisme merupakan ciri dari ketidakmoderatan sebagai bangsa Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama atau PBNU, Said Aqil Siradj mengatakan, Nahdatul Ulama berkomitmen untuk membangun masyarakat yang cerdas. Pasalnya, menurut dia masyarakat yang cerdas akan menjadi moderat.
Advertisement
"Maka yang bisa membangun ide Wasathiyah (moderat) orang-orang cerdas. Kalau yang tidak Wasathiyah orang-orang yang tidak cerdas," kata dia di Kantor Persekutuan Greja-Greja di Indonesia (PGI), Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
Ia mengakui akan sangat sulit bagi NU membangun masyarakat yang toleran dan moderat. Karena prasyarat dari masyarakat seperti yang dimaksud adalah harus cerdas.
"Tidak mungkin kita membangun sikap moderat tanpa back up berdasarkan intelektual, kecerdasan. Cerdas (sama dengan) moderat, tidak cerdas ya gak moderat gitu aja," papar Said Aqil Siradj.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Indonesia Bukan Sekuler
Dia juga menegaskan, bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang berlandaskan pada agama maupun sekuler (keduniawian) atau tidak beragama.
"Indonesia tidak, bukan sekuler. Masih negara yang memfasilitasi kemudahan aktivitas agama. Bukan hanya Islam, agama lain pun mendapatkan hak yang sama," ujar dia.
Menurut alumnus Universitas Umm Al-Qura, Arab Saudi itu, Indonesia masih memfasilitasi berbagai aktivitas keagamaan warga negara. Hal ini terbukti pula dari keberadaan Kementerian Agama yang diakomodir oleh pemerintah.
"Masih ada manifestasi agama itu dalam Kementerian Agama," jelas dia.
Said Aqil juga menegaskan bahwa Indonesia berbeda dengan negara Turki yang telah sekuler seluruhnya. Di negara itu, sama sekali tidak ada manifestasi syariat di dalam pemerintahannya.
"Contohnya Turki, Turki negara nasionalis sekuler. Negara yang tidak memfasilitasi agama. Mau haji silakan, mau tidak silakan," terangnya.
Menurut dia, usai Kekaisaran Utsmani runtuh pada 1924, Turki bertansformasi menjadi negera sekuler ala Barat. Di bawah komando presiden pertama Turki, Mustafa Kamal Attaturk negera itu memendam atribut keagamaan dalam tata kelola pemerintahan.
"Kementerian haji dan waqaf dibubarkan. Baru dibentuk lagi pada tahun 1974 sejak tahun 1925," papar dia.
Advertisement