Tingkat Keberhasilan Transplantasi Hati Anak di Indonesia Setara dengan Jepang

Angka harapan hidup pasien anak usai menjalani cangkok hati yang dijalankan tim dokter di RS Cipto Mangunkusumo - FKUI Jakarta tidak berbeda dengan Jepang dan Amerika Serikat.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 11 Jan 2020, 17:30 WIB
Transplantasi Hati

Liputan6.com, Jakarta Tim dokter di Indonesia sudah bisa melakukan cangkok atau transplantasi hati pada anak. Bahkan, angka harapan hidup pasien usai menjalani cangkok hati yang dijalankan tim dokter di RS Cipto Mangunkusumo - FKUI Jakarta tidak berbeda dengan Jepang dan Amerika Serikat.

"Tim transplantasi hati FKUI telah mandiri melakukan transplantasi anak dengan tingkat keberhasilan setara dengan negara maju," kata Prof. DR. dr. Hanifah Oswari, SpA(K) dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap FKUI Jakarta pada Sabtu (11/1/2019) di Aula Gedung IMERI Jakarta Pusat. 

Keberhasilan transplantasi hati dinilai bukan dari keberhasilan operasi tapi berapa lama anak dapat hidup setelah tindakan itu dilakukan. Angka harapan hidup pasien setelah satu tahun di RSCM-FKUI adalah 88,9 persen. Angka ini sebanding dengan Jepang yakni 88,3 persen dan lebih tinggi sedikit dari Amerika Serikat yakni 86 persen.

Sampai saat ini, sudah ada 51 anak telah ditransplantasi hatinya di RSCM-FKUI.

Biaya transplantasi hati memanglah tidak murah tapi bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Satu anak bisa menghabiskan biaya sekitar Rp600 juta. Sementara itu, BPJS Kesehatan hanya menanggung maksimal Rp269 juta.

"Sehingga perlu dipikirkan pembiayaan agar transplantasi hati dapat merat di seluruh Indonesia," pesan Hanifah.

 

Saksikan juga video berikut ini:


5 Rekomendasi Hanifah untuk Perbaikan Program Transplantasi Hati di Indonesia

Ilustrasi bayi terkena penyakit langka (iStockphoto)

Dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap FKUI, Hanifah menuturkan lima hal agar terjadi perbaikan program transplantasi hati di Indonesia. Yakni:

1. Deteksi dini dan penanganan atresia bilier

Transplantasi hati anak terbanyak di FKUI-RSCM yakni karena atresia bilier. Jika dideteksi lebih dini, bisa dilakukan operasi kasai yang biayanya jauh lebih murah yakni Rp70 juta.

"Bayi ini sebenarnya dapat ditolong dengan operasi kasai namun operasi kasai hanya bermanfaat bila dilakukan sebelum bayi berumur dua bulan, sebelum terjadi sirosis hati. Ironisnya kasus atresia bilier karena datang terlambat sehingga satu-satunya jalan dengan transplantasi hati," tuturnya.

Oleh karena itu, perlu program deteksi dini atresia bilier misalnya dengan cara membagikan kartu warna tinja seperti diTaiwan, Jepang dan Cina sehingga bayi atresia bilier tidak terlambat dioperasi kasai.

2. Networking perawatan pra dan pascatransplantasi

Bayi yang datang keRSCMumumnya dalam kondisi giziburuk, terinfeksi dan belum mendapat vaksinasi yang lengkap. Untuk itu perlu ada networking dengan dokter diseluruh propinsi di Indonesia untuk merawat pasien pre-transplantansi dan nantinya pasca-transplantasi seperti dikutip rilis dari Humas FKUI. 

3. Donor jenazah

Saat ini transplantasi hati anak di RSCM-FKUI hanya dilakukan dari donor hidup keluarga (LRLT). Untukmeningkatkan jumlah transplantasi hati diperlukan donor dari jenazah (kadaver).

4. Pusat-pusat transplantasi hati di Indonesia

Pasien yang datang di RSCM-FKUI saat ini berasalnya dari seluruh Indonesia. Diperkirakan Indonesia untuk pemerataan memerlukanpaling sedikit 4 pusat hepatobilier dan transplantasi hati anak yaitu: 2 pusat transplan hati di Indonesia Barat, satu di Indonesia Tengah, dan satu di Indonesia Timur.

5. Sistem registrasi transplantasi

Saat ini Kementerian Kesehatan melalui Komite Transplansi Nasional sudah mulai mengumpulkan data transplantasi di Indonesia secara manual. Transplantasi hati, ginjal, dan kornea sudah berkembangpesat, oleh sebab itu perlu dilakukan pencatatan data transplantasi secara nasional (National Registry System) yangdatanya dapat diperbarui secara online dan real time.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya