Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma sebentar lagi akan purnatugas di akhir 2020. Banyak yang memprediksi dia akan disiapkan untuk berlaga di Pilkada DKI Jakarta 2022.
Mendengar hal ini, Risma pun sontak menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan akan nasibnya.
Advertisement
"Nanti itu Tuhan akan mengatur jalan hidup saya. Saya semua serahkan pada Tuhan. Karena saya sampaikan, saya enggak mau kemudian, saya punya nafsu. Mohon maaf di dalamnya ada nafsu kekuasaan. Itu yang saya enggak mau, karena itu berat. Makanya, saya enggak mau mikir, siapapun yang minta, saya ketawa dan yaudah lepas," kata Risma di JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
Dia menuturkan, tak berpikir untuk meraih jabatan. Apalagi memintanya.
"Karena, bagi saya itu, saya pantang meminta jabatan. Karena di jabatan itu selalu terkandung risiko di mana saya harus adil, amanah. Kalau di agama fatonah dan sebagainya. Jadi itu berat. Karena itu saya enggak pernah membayangkan," jelas Risma.
Karenanya, dia tak mau menangkap sinyal apa-apa terkait pujian Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di pembukaan Rakernas I Jumat 10 Januari 2020 kemarin.
"Saya bersyukur Ibu memuji. Artinya sudah menerima apa yang coba saya kerjakan di Surabaya," tegas Risma.
Dia memang acap kali mendengar, jika sudah menjadi Wali Kota lalu naik menjadi Gubernur. Kemudian, usai menjadi Gubernur jadi ke Presiden.
"Bagi saya gimana saya bisa ngangkat (naik). Untuk apa saya Gubernur, untuk apa saya jadi Presiden, misalkan. Tapi warga yang miskin tetap ada. Enggak ada gunanya untuk saya. Itu yang selalu saya tekankan. Itu pun pada diri saya supaya saya tidak berubah," jelas Risma.
"Kadang, kalau ada laporan, Ya Tuhan, sudah saya cari sampai kemana-mana, orang punya masalah, misalkan enggak bisa sekolah. Kenapa masih ada terus setiap hari. Artinya memang saya enggak boleh berpuas hasil," lanjut Risma.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Jangan Hanya Kotanya
Menurut dia, apa yang dilakukan Surabaya, jangan hanya dilihat perkembangan fisiknya semata. Manusianya juga harus diurusi.
"Untuk apa saya bikin kota itu bagus, untuk apa membangun kota kemudian warga enggak bisa sekolah, nganggur. Untuk apa? Enggak ada gunanya kan kita bangun itu. Makanya saya selalu sampaikan, kita anggaran pendidikan 30 persen," tegas Risma.
Dia pun berharap, status tak ada lagi kawasan kumuh di Surabaya bukan menjadi alasan, masyarakatnya berdiam diri. Harus dipikirkan juga agar bisa mendapatkan kesejahteraan.
"Jadi memang berat mengelola. Makanya, saya enggak berani untuk meminta bahkan mikirin jabatan lain," pungkasnya.
Advertisement