Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Universitas Indonesia (Ui) Bidang Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menyebut tiga hal yang harus dilakukan pemerintah untuk mempertahankan kedaulatan di Perairan Natuna.
"Nelayan yang ada di sana tapi jangan lupa masalah konservasi perlindungan terhadap lingkungan laut yang ada di sana itu juga perlu di perhatikan," kata Hikmahanto di Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).
Advertisement
Selanjutnya, pemerintah diminta memperbanyak coast guard atau penjaga pantai di Natuna. Sebab, menurut Hikmahanto, patroli di kawasan Perairan Natuna selama ini mengandalkan kapal TNI AL.
Ditambah, peran Badan Keamanan Laut dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan juga perlu disinergikan. Hikmahanto ingin nelayan Indonesia aman.
"Patroli itu ada dua hal, seperti juga yang dilakukan Tiongkok, satu menangkapi nelayan nelayan asing yang mencuri ikan, yang kedua melindungi nelayan kita," ujar Hikmahanto.
"Karena nelayan nelayan kita yang dari natuna itu mereka komplain kami ini diusir usir sama coast guard China tapi kita gak punya backup yang backing," sambungnya.
Kemudian, pemerintah Indonesia diminta tidak mengakui dengan klaim sembilan garis putus (nine dash line) Pemerintah Tiongkok terkait Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna.
Indonesia pun diminta tidak tergoda upaya kerja sama yang ditawarkan Tiongkok. Hikmahanto khawatir ajakan kerja sama justru menggiring Indonesia mengakui klaim sembilan garis putus.
"Pemerintah Tiongkok mengatakan 'Sudah gini Indonesia ayo kita kerjasamakan'. Saya khawatir kalau kita bilang ayo kerja sama kan berarti kita seolah-olah harus mengakui dari klaim Tiongkok itu," pungkas Hikmahanto.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra