Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Siber Bareskrim Polri menangkap dua peretas situs sipp.pn-jakartapusat.go.id yang merupakan laman Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dua peretas itu berinisial CA (24) dan AY (22) yang tergabung dalam komunitas Typical Idiot Security.
Keduanya ditangkap di tempat yang berbeda.
Advertisement
"Tersangka CA ditangkap di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada tanggal 8 Januari 2020 dan tersangka AY ditangkap di Apartemen Green Pramuka pada tanggal 9 Januari 2020," kata Kasubdit I Direktorat Siber Bareskrim Polri Kombes Reinhard Hutagaol di Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).
Dia menyebut, peretasan laman Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini diinisiasi oleh AY yang meminta bantuan tersangka CA.
"Pada 18 Desember 2019, tersangka AY menghubungi tersangka CA untuk membantunya melakukan deface terhadap situs pn-jakartapusat.go.id. Tersangka AY mengundang tersangka CA untuk datang ke Apartemen Green Pramuka untuk maksud tersebut," tutur Reinhard.
Dia menjelaskan, tersangka CA melakukan peretasan pada situs pn-jakartapusat.go.id yang kemudian mengunggah backdoor. Akses backdoor diberikan kepada tersangka AY dan melakukan deface terhadap tampilan situs sipp.pn-jakartapusat.go.id.
"Aksi peretasan terhadap situs sipp.pn-jakartapusat.go.id kemudian dilaporkan oleh PN Jakarta Pusat ke Bareskrim," ujar Reinhard.
Ternyata, kedua tersangka tersebut bukan seorang lulusan dari perguruan tinggi. Mereka hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dan juga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Kedua tersangka CA dan AY belajar melakukan deface atau hacking secara otodidak. Pendidikan terakhir keduanya adalah lulusan SD dan SMP," ujarnya.
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menambahkan, salah satu tersangka yang ditangkap oleh polisi merupakan simpatisan dari seorang terdakwa pengibar bendera merah-putih saat aksi di Gedung DPR/MPR pada September 2019.
"Tersangka AY menjelaskan dalam BAP, ia merasa simpati dengan kasus yang menimpa Lutfi Alfiandi yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tersangka AY meminta bantuan kepada tersangka CA, karena tersangka AY tidak menemukan titik lemah pada situs pn-jakartapusat.go.id," ujar Asep.
Dalam menjalankan aksinya, kedua tersangka tersebut selalu berpindah-pindah tower apartement yang sudah mereka sewa.
"Selain melakukan deface/hacking situs, kedua tersangka diduga ada terlibat dalam sindikat kejahatan siber di bidang kartu kredit. Biaya untuk menyewa apartemen dan untuk kehidupan sehari hari selama tinggal di apartemen diduga berasal dari aktivitas (carding) tersebut," ucapnya.
Selain itu, Asep menyebut, sudah ribuan situs yang telah diretas atau hack oleh komunitas Typical Idiot Security. Karena, komunitas tersebut juga meretas situs-situs yang berada di luar negeri.
"Tersangka CA merupakan pendiri komunitas Typical Idiot Security yang diketahui telah berhasil melakukan defacing terhadap sekitar 3.896 website yang berasal dari luar dan dalam negeri, baik untuk web milik pemerintah, perusahaan, maupun pribadi," sebutnya.
"Tersangka AY dengan menggunakan nickname Konslet diketahui berhasil melakukan defacing atau hacking terhadap 352 situs dalam dan luar negeri," sambungnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Tidur Selama 2 Hari
Untuk meretas atau menghack situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keduanya, rela tak tidur selama berhari-hari, hal itu agar mereka dengan cepat meretas situs milik PN Jakarta Pusat.
"Dia (CA dan AY) sampai rela enggak tidur dua hari buat ngehacknya. Bahkan untuk ngehack situs lain bisa sampai seminggu mereka lakuinnya," ujar Reinhard.
Apabila mereka sukses dalam meretas situs yang dianggap sulit. Mereka akan merasa bangga dan mendapatkan reward berupa bintang yang ditandai dalam situs tersebut.
"Mereka ini buat kebanggaan diri aja, karena ada beberapa situs yang mereka hack itu berasal dari luar negeri kaya Amerika, Vietnam dan lainnya," ucapnya.
Dalam hal ini, keduanya dikenakan Pasal berlapis yakni Pasal 46 ayat (1), (2) dan (3) Jo Pasal 30 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ancaman maksimal 8 tahun penjara.
Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ancaman maksimal 9 tahun penjara dan Pasal 49 Jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ancaman maksimal 10 tahun penjara.
"Yang di sita dari pelapor 1 (satu) bundel log server website http://sipp.pn-jakartapusat.go.id/. Lalu, yang di sita dari tersangka CA 1 buah Laptop ALIENWARE Model P69F, 1 buah handphone Xiaomi MI 6 beserta simcard, 1 buah KTP atas nama CADF dan yang di sita dari tersangka AY 1 buah Laptop Asus, 1 buah handphone Iphone 6 beserta simcard," pungkasnya.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka
Advertisement