Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat total pengaduan sepanjang 2019 mencapai sebanyak 1871. Adapun dari total pengaduan tersebut sebanyak 1308 dilakukan secara berkelompok atau kolektif dan sisahnya 563 dilakukan secara individu.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan dari dari total sebanyak 1871 pengaduan individu terbanyak masuk melalui perbankan yakni mencapai 106 kasus. Kemudian di susul dengan pinjaman online sebanyak 96 kasus.
Baca Juga
Advertisement
Di samping itu jenis pengaduan lain datang dari sektor perumahan mencapai 81 kasus. Ada juga belanja online 34 kasus, leasing 32 kasus, dan transportasi 26 kasus.
"Pengaduan konsumen produk jasa finansial akan sangat dominan, yakni 46,9 persen yang meliputi 5 komoditas yakni, bank, uang elektronik, asuransi, easing, dan pinjaman online," katanya dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Tulus menyebut dengan banyaknya total pengaduan ke YLKI yang rata-rata adalah produk jasa finansial, maka peran pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak berfungsi secara optimal. Apalagi, sepanjang tujuh tahun terakhir pengaduan di sektor finansial ini masih menjadi tertinggi.
"Masih maraknya pengaduan produk jasa finansial tersebut menjadi indikator bahwa OJK belum melakukan pengawasan yang sungguh sungguh pada operator," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengawasan OJK Lemah
Pihaknya menduga masih lemahnya pengawasan OJK terhadap industri finansial, dikarenakan OJK tidak mempunyai kemerdekaan finansial dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
"Literasi finansial konsumen di bidang jasa keuangan juga masih rendah, sehingga tidak memahami secara detil apa yang diperjanjikan atau hal hal teknis dalam produk jasa finansial tersebut," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
YLKI Sebut Pansus Jiwasraya Tak Jamin Pengembalian Dana Nasabah
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan agar penanganan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) difokuskan pada upaya pengembalian uang nasabah.
YLKI mengkhawatirkan upaya pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) hanya untuk menjadikan kasus ini sebagai komoditas politik semata dan tidak memberi jaminan kepada pengembalian uang nasabah.
"Siapa yang berani menjamin dengan pembentukan Pansus uang nasabah akan kembali? YLKI menegaskan orientasi penaganan kasus Jiwasraya adalah agar uang nasabah kembali, jangan sampai kisruh politik malah nasib nasabah terombang ambing," kata pengurus YLKI Agus Suyanto di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Kemudain, lanjut Agus, jika pada akhirnya Pansus menyetujui bailout Jiwasraya, bukan tidak mungkin hal itu akan menjadi bacakan baru layaknya kasus Century yang belum selesai higga sekarang.
"Berkaca pada Century dulu, bailout yang dilakukan malah dibancak kembali. jadi kita khwatir kasus ini menguap begitu saja," tuturnya.
Karena itu, menurut Agus, DPR semestinya mendukung langka-langka penyelamatan Jiwasraya dan tidak menyeret kasus ini menjadi komoditas politik.
Sebagaimana diketahui, saat ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah menyidik kasus korupsi Jiwasraya yang menyebabkan negara mengalami kerugian lebih dari Rp13,7 Triliun.
Sehubungan dengan upaya penyidikan, BPK pun telah melakukan pencekalan mulai dari mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Mantan Direktur Keuangan, Hary Prasetyo, Mantan Direksi Pemasaran, Dw Yong Adrian, hingga pelaku pasar modal yakni Heru Hidayat dan Benny Tjokrospautro.
Selain itu, BPK juga diketahui sedang membidik tindak tanduk General Manager Keuangan dan Produksi Jiwasraya, Syahmirwan dan Mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya, Agustin Widhiastuti dalam dugaan korupsi ini.
Adapun mengenai skema pemulihan Jiwasraya, Pemerintah diketahui telah menyiapkan setidaknya tiga inisiatif yakni penjualan PT Jiwasraya Putra (anak perusahaan), menerbitkan obligasi subordinasi (subdebt) yang dapat dikonversi menjadi saham, dan membuat produk reasuransi dengan investor.