180 Titik Api Kebakaran Hutan Australia Masih Membara

Kebakaran hutan Australia belum menampakkan tanda-tanda usai meskipun pekan ini cuaca lebih dingin.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jan 2020, 08:02 WIB
Kabut asap pekat menyelimuti Opera House di Sydney, Australia, Selasa (10/12/2019). Kondisi udara Sydney semakin buruk akibat kabut asap pekat yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan. (AP Photo/Rick Rycroft)

Liputan6.com, Melbourne - Kebakaran hutan Australia belum menampakkan tanda-tanda mereda meskipun pekan ini cuaca lebih dingin. Asap pun mulai menyelimuti kota Melbourne.

Pejabat pemerintah negara bagian Victoria mengungkap, ada sekitar 180 titik api yang masih menyala di wilayah dua negara bagian Victoria dan New South Wales (NSW), sekalipun hujan diramalkan akan turun menyebar di wilayah itu pada Rabu 15 Januari.

Sekitar 20 kebakaran hutan belum tertangani di NSW, wilayah terpadat di Australia, sementara di Victoria sendiri ada lima titik kebakaran yang berada dalam status "pengawasan dan penanggulangan", satu tingkat di bawah status darurat.

"Saya berharap bisa menyatakan hal ini telah berakhir, namun jalan kita masih panjang. Bahkan saat ini kita mendapati asap di sekitar kita yang berada dalam tingkat membahayakan," ujar Lisa Neville, bagian pelayanan darurat Victoria sekaligus Menteri Urusan Kepolisian.

Sementara itu, Brett Sutton selaku Kepala Urusan Kesehatan meyakini bahwa kualitas udara di Melbourne menurun drastis menjadi yang terburuk di dunia dalam semalam karena suhu dingin justru membawa partikel kecil udara lebih mendekat ke tanah.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kebakaran Terparah Sepanjang Sejarah

Langit sore bersinar kemerahan akibat kebakaran hutan di daerah sekitar kota Nowra, negara bagian New South Wales, Australia, Selasa (31/12/2019). Akibat kebakaran ini, ribuan wisatawan dan penduduk lokal mengungsi ke wilayah pantai di Australia tenggara. (AFP/Saeed Khan)

Australia tengah mengalami suatu musim rentan kebakaran terparah sepanjang sejarah, dengan sejumlah kebakaran yang meluas sejak September 2019 dan mengakibatkan 28 orang meninggal dunia serta lebih dari 2.000 rumah rusak.

Tekanan politik untuk mempertimbangkan kembali kebijakan terkait perubahan iklim muncul terhadap pemerintahan konservatif yang membantah ada kaitan antara bencana kebakaran hutan dengan pemanasan global.

Perdana Menteri Scott Morrison kemudian memberi tanda bahwa pemerintah mungkin akan meningkatkan target pengurangan emisi gas kaca serta terbuka pada penerapan penyelidikan nasional perihal kebakaran hutan ini.

Pemerintahan federal pada Senin 13 Januari, menyebut akan menyalurkan dana sebesar 50 juta dolar Australia, atau sekitar Rp 470 miliar, untuk program darurat pemulihan alam bebas, seperti dilansir Antara, Selasa (14/1/2020).

Kebakaran hutan ini disebut sebagai “bencana ekologis” yang mengancam sejumlah spesies, termasuk koala dan wallaby—sejenis kangguru berukuran kecil.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya