Keraton Agung Sejagat Bikin Geger Masyarakat hingga Diciduk Aparat

Keberadaan Keraton Agung Sejagat bikin geger. Mereka akhirnya digelandang ke kantor polisi.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jan 2020, 19:01 WIB
Totok Santoso Hadiningrat serta Kanjeng Ratu, alias Dyan Gitarja. (foto: Lipoutan6.com/FB/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini masyarakat dibuat heboh dengan kemunculan kerajaan Keraton Agung Sejagat. Keraton Agung Sejagat mulai dikenal publik setelah mereka mengadakan Wilujengan dan Kirab Budaya, yang dilaksanakan pada Jumat, 10 Januari 2020 hingga Minggu, 12 Januari 2020.

Keraton Agung Sejagat mengeklaim, pengikutnya sudah mencapai 450 orang. Namun, tak butuh waktu lama, Polda Jawa Tengah menahan Raja dan Permaisuri Keraton Agung Sejagat, Totok Santosa dan Fanni Aminadia.

"Malam ini ditahan dan akan dibawa ke Polda Jawa Tengah," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Iskandar F Sutisna, dikutip dari Antara, Selasa, 14 Januari 2020.

Sementara itu, Kodam IV Diponegoro berkoordinasi dengan Polda Jawa Tengah juga melakukan penyelidikan adanya kemungkinan upaya mendirikan pemerintahan sendiri atau makar. Namun, polisi belum berani menggunakan pasal makar karena masih mendalami motivasi pasangan pasutri ini untuk mendirikan Keraton Agung Sejagat itu.

Berikut ini empat kabar terbaru seputar munculnya Keraton Agung Sejagat :

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Raja dan Permaisuri Ditangkap

Polisi dari Reskrimum Polda Jateng dan Polres Purworejo menggeledah Keraton Agung Sejagat yang merupakan rumah tinggal Toto Santoso. (Foto:Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Penangkapan raja dan ratu Keraton Agung Sejagat dipimpin oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Budi Haryanto di rumah Totok. Rumah itu pula yang digunakan Totok sebagai keraton. 

"Kita bawa ke Polres Purworejo untuk dimintai keterangannya," kata Budi, Selasa petang, 14 Januari 2020. 

Sejumlah barang bukti pun turut diamankan pihak kepolisian. Di antaranya bendera, seragam kebesaran keraton, serta dokumen yang diduga dipalsukan pelaku. Surat-surat itu berfungsi sebagai lembar legitimasi untuk merekrut anggota.

Atas perbuatannya, keduanya diduga telah melanggar Pasal 14 UU No 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong sehingga terjadi keonaran di kalangan rakyat dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

"Kita sangkakan kepada pelaku dengan Pasal 14 UU No 1 Tahun 1946 dan penipuan Pasal 378 KUHP. Namun, saat ini masih dalam pemeriksaan intensif," kata Budi.

Penangkapan keduanya juga didasarkan atas keresahan masyarakat akibat kehadiran Keraton Agung Sejagat tersebut.


Klaim Penerus Kerajaan Majapahit

Totok Santoso Hadiningrat serta Kanjeng Ratu, alias Dyan Gitarja mengendarai kuda dalam rangkaian kirab deklarasi. (foto: Lipoutan6.com/FB/edhie prayitno ige)

Penasihat Keraton Agung Sejagat Resi Joyodiningrat mengatakan bahwa kerajaan yang dipimpin oleh Totok Santosa Hadiningrat dan istrinya Fanny Aminadia atau Dyah Gitarja muncul karena sebuah perjanjian 500 tahun lalu. 

Perjanjian itu mulai terhitung sejak Kemaharajaan Nusantara mulai menghilang. Lebih tepatnya pada imperium Majapahit pada 1518 sampai 2018.

Menurut dia, perjanjian perjanjian 500 tahun lalu itu dilakukan oleh Dyah Ranawijaya selaku penguasa Kerajaan Majapahit dengan portugis sebagai perwakilan koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518.

Maka, dengan berakhirnya perjanjian tersebut, berakhir pula dominasi kekuasaan barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II.

"Kekuasaan tertinggi pun harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus dari Medang Majapahit, yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra," kata Resi Joyodiningrat baru-baru ini dikutip Merdeka.com.


Tempat Wisata Dadakan

Liburan Akhir Tahun Waktunya Mencoba Tempat-Tempat Wisata Baru. Tempat Mana Saja yang Seru?

Sejak ramai diberitakan di media sosial, masyarakat dari daerah Purworejo dan sekitarnya pun beramai-ramai mendarangi lokasi Kerajon Agung Sejagat yang terletak di Desa Pogung Juru Tengah tersebut.

Dikutip dari merdeka.com 14 Januari 2020, ratusan pengunjung yang diliputi rasa penasaran terus bergantian mengunjungi Keraton Agung Sejagat. 

Di lokasi tersebut, pengunjung dapat menyaksikan prasati, pendopo yang belum jadi, serta Sendang Kamulyan. Punggawa Keraton Agung Sejagat bagian penerima tamu, Puji Widodo mengatakan, berdasarkan daftar pada buku tamu tercatat ada 300-an pengunjung yang datang.

"Sebenarnya kalau semua pengunjung mengisi buku tamu mungkin sudah 500-an orang yang datang," katanya.

Selain itu, Agung menuturkan bahwa pengunjung mulai ramai pada Senin, 13 Januari 2020 dan semakin ramai pada Selasa, 14 Januari 2020.


Rekam Jejak Si Raja Keraton

Totok Santoso Hadiningrat serta Kanjeng Ratu, alias Dyan Gitarja saat deklarasi Kerajaan Agung Sejagad. (foto: Lipoutan6.com/FB/edhie prayitno ige)

Tak hanya kemunculan Kerato Agung Sejagat yang membuat publik penasaran, cerita perihal jejak suram sang raja, Sinuhun Toto Santoso Hadiningrat juga tak kalah menuai sorotan. 

Dikatakan, jauh sebelum kerajaan Keraton Agung Sejagat dideklarasikan, pada 2016, Totok Santoso pernah mendirikan organisasi kemasyarakatan bernama "Jogjakarta Development Committee" atau Jogja DEC.

Saat itu Jogja DEC dicurigai punya kemiripan dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Namun, belakangan hal tersebut segera dibantah Totok.

"Jogjakarta Development Committee bukan Gafatar ataupun Gafatar jilid dua, bukan teroris, akan tetapi didirikan dengan penuh welas asih untuk memanusiakan manusia," kata Totok yang saat itu menjadi Dewan Wali Amanat Panitia Pembangunan Dunia untuk wilayah Nusantara.

Saat itu, Totok menyebut, tidak memungut biaya dari anggotanya. Namun, pengakuan sebaliknya datang dari salah seorang anggota yang mengaku membayar Rp 15 ribu untuk bisa bergabung di DEC.

Masyarakat Cangkringan Sleman juga mendapat sosialisasi bahwa Jogja DEC mengajak masyarakat yang mau ikut menjadi anggota, dengan syarat membayar uang pendaftaran sebesar Rp 20.000. Setelah menjadi anggota akan digaji Rp 5 juta per bulan.

Setelah resmi menjadi anggota DEC, mereka akan mendapat NIK (Nomor Induk Kemanusiaan) yang terdaftar dalam pengkajian informasi terpadu seluruh Indonesia dan diberi kartu identitas (ID Card).

Selain itu, Jogja DEC juga menggunakan logo PBB dan menyebut sumber dananya berasal dari Swiss.

 

(Winda Nelfira)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya