Liputan6.com, Takayama, Jepang - "Sehari tidak cukup di sini, dua-tiga hari kamu pasti menikmati dengan gembira di Takayama."
Pemandu perjalanan saya berwisata musim dingin, Yoshiko Tomiyama, berujar demikian sebelum kendaraan rental yang membawa kami berpetualang di Three Stars Route di Jepang tiba. Bukan tanpa alasan dia berkata demikian. Bagi dirinya yang sudah seratusan kali mengantar turis ke tempat ini, Takayama adalah salah satu tempat paling berkesan dengan berjuta cerita.
Advertisement
"Kami menyebutnya Cozy Little Kyoto," kata perempuan asal Prefektur Chiba yang saya tidak tahu berapa usianya. "Dua hal yang jangan pernah ditanya kepada orang Jepang, uang dan usia. Dilarang," kata Yoshi suatu ketika.
Bagi Anda yang asing mendengar istilah prefektur, sedikit penjelasan bahwa kata itu merujuk pada pembagian wilayah administrasi. Takayama merupakan salah satu region yang masuk dalam Provinsi Hida dan bagian dari Prefektur Gifu. Sebelumnya, saya berada di Matsumoto yang merupakan salah satu provinsi di Prefektur Nagano. Gifu dan Nagano juga Tokyo berada di Pulau Honshu.
Kembali pada perjalanan di Takayama. Untuk menuju ke sini tidaklah sulit, yaitu dengan menggunakan bus Nohi dan kereta ekspres. Terminal dan stasiun kereta bersebelahan dan berada di pusat kota. Dari daftar harga yang terdapat di terminal Takayama, bus Nohi dari Tokyo dapat dijangkau melalui Shinjuku.
Harga tiket sekali jalan adalah 7.000 yen untuk akhir pekan dan 6.500 yen di weekday. Untuk kereta, saya tidak dapat memastikan harga tiketnya berapa. Tapi yang pasti, untuk menuju ke sini bisa menggunakan kereta dari Stasiun Shinjuku.
Pasar Pagi Hida Miyagawa
Rute pertama yang saya kunjungi adalah pasar pagi Hida Miyagawa. Pasar ini sudah berdiri 300-an tahun lalu dan para pedagang di sini turu temurun. Pasar pagi menawarkan beragam dagangan, suvenir, makanan khas Takayama, bahkan bumbu masak Takayama. Rute yang ditempuh tidak terlalu panjang sekitar 500-an meter dengan lebar jalan sekitar 2,5 meter.
Bila kita masuk dari utara, maka sungai Miyagawa ada di kiri jalan. Sungai ini sangat bersih. Tidak ada plastik yang berenang di permukaan atau dasar air, hanya ikan koi yang menghiasi kolam tersebut. Bahkan, pengunjung dapat turun ke tepian kolam di bawah dan berfoto ria.
Advertisement
Jalan Honmachi dan Distrik Kota Tua
Setalah puas meniti area pasar pagi, perjalanan berlanjut ke Jalan Honmachi yang merupakan jalan utama di Takayama. Di jalanan ini banyak toko-toko yang menawarkan beragam suvenir. Perjalanan berlanjut menuju gang yang termasuk distrik kota tua di Takayama.
Bangunan yang mayoritas pertokoan dan restoran di gang ini adalah bangunan tua yang berdiri ratusan tahun saat era pemerintahan Shogun. Sehingga konsep orisinalitas tetap terjaga, seperti kabel listrik yang ditanam di tanah. Tentunya berbeda dengan gang atau jalanan lain yang tetap membiarkan tiang listrik di atas permukaan tanah.
"Hanya di sini saja (kawasan Kota Tua Takayama) listrik ada di dalam tanah, selebihnya di atas semua. Mengapa, karena Jepang banyak mengalami gempa dan ketika gempa mengguncang, maka listrik dan kebutuhan warga cepat diperbaiki," kata Tomori Sakaguchi dari Divisi Strategi Pemasaran Luar Negeri Kota Takayama, saat berbincang dengan Liputan6.com, 13 Januari 2020.
Jembatan Merah Nakabashi
Di kota tua ini juga terdapat dua toko yang menyajikan sake terbaik dengan pengolahan tradisional. Pemerintah setempat menilai distrik ini sangat penting dijaga karena merupakan aset bersejarah berdirinya Takayama.
Sebaiknya datang lebih pagi untuk bisa menikmati kawasan ini, karena seluruh Takayama dapat dinikmati dengan berjalan kaki. Jangan lupa untuk berfoto di jembatan merah Nakabashi. Tempat ini menjadi salah satu ikon untuk foto bersama atau swafoto.
"Sehingga, sehari tidak cukup di sini, dua atau tiga hari agar bisa menikmati sekeliling Takayama yang bersejarah," kata Yoshi.
Advertisement
Restoran Yayoi Menu Halal
Jam makan siang tiba. Saya memilih restoran yang menyediakan menu halal bagi muslim. "Di Takayama banyak terdapat restoran untuk muslim," kata Sakaguchi.
Jatuhlah pilihan pada Restoran Yayoi. Restoran ini menyediakan soba dan ramen spesial. "Menu soba terbaik di sini, selain juga ramen," ujar Sakaguchi.
Sama seperti restoran-restoran atau kedai kopi di Jepang, bangunan restoran tidak mewah layaknya restoran di Indonesia.
Saya menghitung kursi, restoran ini hanya memuat 14 pengunjung. Delapan adalah kursi seperti bar yang menghadap koki dan kita bisa menyaksikan langsung pembuatan dan penyajian makanan, dan enam lainnya adalah meja dengan desain olahan kayu potong. Menunya pun tertulis 'Halal'.
Teater 45 Menit yang Buat Decak Kagum
Tiga puluh menit kami habiskan waktu di Restoran Yayoi, perjalanan berlanjut menyaksikan pertunjukan kesenian tradisional Jepang di Dekonaru Za. Gedung teater ini cukup sederhana, tapi memberikan suguhan kesenian yang atraktif. Untuk menuju ke lokasi pertunjukan, Anda cukup menuju jalan Asahi-machi No. 24. Bila berjalan kaki dalam distrik Kota Tua Takayama sekitar 10 menit.
Michiyasu Ito selaku produser dan juga CEO dari Tri Win, perusahaan yang menaungi pertunjukan, mengatakan bahwa pertunjukan digelar selama tiga kali dalam sehari dengan judul Ryoumen Sukuna, yang merupakan dewa yang dipercaya masyarakat Hida sebagai penjaga wilayah tersebut dari ancaman bahaya maupun malapetaka.
Pertunjukan dibagi dalam empat babak yang dimulai dengan dentuman Taiko, drum khas Jepang yang berarti menggelorakan semangat.
Advertisement
Desa Tradisional Hida
Perjalanan belumlah usai. Sebelum matahari terbenam, saya memilih melanjutkan perjalanan 15 menit dari Takayama menuju kawasan perkampungan tradisional yang merupakan salah satu aset cagar budaya Jepang. Di sini, kita dapat melihat perkampungan Jepang zaman dahulu kala.
Terdapat 30-an rumah tradisional yang direlokasi dari berbagai tempat di Hida di kawasan ini. Di dalam setiap rumah terdapat alat-alat pertanian dan beberapa miniatur yang menjelaskan setiap jengkal fungsi alat dan isi rumah orang zaman dulu.
Untuk masuk ke wilayah ini, satu orang dewasa dipatok tiket seharga 700 yen dan untuk anak-anak usia 6-15 tahun dipatok 200 yen. Jangan sampai ketinggalan, museum terbuka ini hanya beroperasi sampai pukul 17.00 WIB.
Workshop Sarubobo
Sebelum meninggalkan Kampung Tradisional Hida, saya belajar sedikit mengenai boneka Sarubobo. Boneka ini menjadi penanda keberuntungan. Sarubobo berarti 'Saru' adalah kera dan Bobo berarti bayi. Namun, boneka ini tidak memiliki mulut, hidung atau mata.
"Karena wajah itu adalah cerminan emosi kita, jadi tidak digambarkan dengan tidak menempelkan pancaindranya di situ.
Secara falsafah, boneka ini nantinya akan diberikan dari orang tua ke anak-anaknya atau dari kakek. Saru adalah Kera Bobo berarti bayi, jadi secara lengkap berarti anak kera. Saat Anda memasuki Takayama, akan banyak Sarubobo di setiap sudut Takaya.
Boneka ini memili arti keberuntungan bagi siapa pun yang nanti akan mendapatkannya.
Advertisement
Kantor Pemerintahan Hida Periode Edo
Takayama Jinya merupakan satu-satunya kantor administrasi periode Edo yang saat ini masih tersisa dan orisinal di Jepang. Untuk menghormati nilai sejarah bangunan ini, tidak ada bangunan yang lebih tinggi dari bangunan bersejarah ini.
Buka dari pukul 09.00 hingga pukul 17.00 waktu setempat, Takayama Jinya memperlihatkan bagaimana struktur masyarakat saat itu sangat berpengaruh.
Baik itu Shogun, tentara perwira atau tingkat rendah, pekerja, rakyat jelata, sampai dengan pemuka agama, semuanya memiliki akses berbeda-beda untuk memasuki bangunan pemerintahan. Bangunan ini cukup luas untuk berkeliling.
Kopi dan Anime
Tujuan terakhir menutup perjalanan di Takayama adalah Bagpipe. Sebuah restoran mungil yang berada di Jalan Kataharamachi atau di ujung jembatan merah.
Bagpipe cukup terkenal karena menjadi latar dalam anime Hyoka. Anime ini cukup populer di beberapa negara Asia.
Perlu dicatat, Takayama juga memiliki banyak artis atau seniman yang melahirkan karakter-karakter Manga. Kopi di tempat ini cukup terjangkau. Satu gelas Americano yang saya pesan harganya 500 yen.
Advertisement