Liputan6.com, Jakarta Menjadi penyandang tunanetra tak menyurutkan langkah R. Ismail Prawira Kusuma dalam menuntut ilmu. Pendiri Yayasan Bakti Islami Takwinul Ummah ini berhasil menyelesaikan studi hingga jenjang S2.
Perjalanan pria yang akrab disapa Ustaz Ismail ini menyelesaikan pendidikan tentu tidak mudah. Rintangan demi rintangan sempat ia lalui.
Advertisement
Tahun 2000 ia lulus dari SMA. Pada tahun yang sama, mata kirinya yang terluka dan buta terkena infeksi saraf. Infeksi itu menjalar ke mata kanan. Akhirnya, Ismail pun mengalami buta pada kedua mata.
Satu tahun kemudian, orangtua angkatnya membiayai Ismail untuk kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tercebur Got hingga Luka 15 Jahitan
Ismail berkisah, menjadi mahasiswa dengan keadaan baru saja mengalami kehilangan indera penglihatan adalah tantangan tersendiri. Ia harus mandiri dan berusaha membiasakan diri. Seperti berjalan sendiri menuju kampus, naik angkot sendiri, dan hal lainnya.
Beberapa kali ia tercebur got karena belum terbiasa dan baru belajar menggunakan tongkat. Satu ketika ia berjalan menyusuri gang di sisi kiri, tanpa ia ketahui ada penutup got yang terbuka. Ia pun tercebur got tersebut dengan kedalaman sampai setinggi dada.
“Hari berikutnya kan saya sudah tahu got di kiri terbuka, jadi saya menggunakan lajur kanan. Eh malah di lajur kanan hari itu penutupnya juga terbuka. Saya tercebur lagi,” kenangnya.
Cerita lainnya terjadi ketika kampus mengalami renovasi. Mau tidak mau ia harus menghapal lagi jalan. Siang itu, kawan yang ia tunggu-tunggu tak kunjung tiba. Padahal, kelas akan segera dimulai. Beruntunglah ia lalu bertemu dua mahasiswi yang tak dikenal. Dua mahasiswi itu berkenan untuk mengantarkan.
Di perjalanan, dua mahasiswi itu tidak berani menyentuh Ismail karena lawan jenis. Mereka hanya mengarahkan secara verbal dan sedikit kebingungan bagaimana cara mengarahkan orang dengan tunanetra.
Akibatnya, untuk ke sekian kalinya Ismail terperosok jatuh ke dalam got. Namun, kali ini pinggiran got yang masih tajam membuat kakinya terluka parah hingga harus mendapat 15 jahitan.
“Selama seminggu saya menggunakan kursi roda, sudah buta, daksa lagi,” katanya sambil tertawa.
Awal masa kuliah tak luput dari luka di kening. Hampir setiap hari kening atau wajahnya memiliki luka baru. Entah terbentur tiang listrik, menabrak mobil yang sedang parkir, bahkan menabrak gerobak sampah yang disimpan sembarangan.
“Dulu saat kuliah, jidat saya gak pernah bersih ada aja luka. Kadang di kiri, di tengah, di kanan, hampir setiap hari ada luka di wajah saya. Karena saya itu tunanetra baru terus harus jalan sendiri. Ada istilah kalo orang biasa ketabrak mobil kalau saya nabrak mobil, “ pungkasnya.
Advertisement