Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi nilai tukar rupiah yang terus menguat dalam beberapa waktu terakhir. Namun, ia menambahkan, ada beberapa pihak yang tak suka dengan penguatan tersebut.
Salah satunya eksportir, yang disebutnya merasa terancam dengan kurs rupiah yang perkasa lantaran bakal berimpak terhadap daya saing.
"Kalau menguatnya terlalu cepat kita harus hati-hati. Ada yang senang ada yang tidak senang. Eksportir pasti tidak senang karena rupiah menguat, sehingga daya saing kita akan menurun," jelas Jokowi saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2020 di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Baca Juga
Advertisement
Di tempat yang sama, melanjutkan pernyataan Jokowi, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengungkapkan, penguatan yang terjadi pada rupiah saat ini lantaran mata uang negara telah sesuai dengan fundamental.
"Bukan hanya rupiah sendirian yang menguat, tapi karena ada faktor fundamentalnya. Dengan nilai tukar sekitar Rp 13.600 masih sesuai dengan fundamental kita," kata Dody.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ada yang Dirugikan
Berbanding terbalik dengan Jokowi, Dody menganggap tak ada pihak yang dirugikan dalam penguatan rupiah ini. Tak terkecuali eksportir, yang harga komoditasnya saat ini mengacu pada harga global.
"Kalau melihat harga komoditas global, komoditas kita memang kecenderungannya masih turun karena world trade membuat harga turun," terang dia.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada Kamis (16/1/2020) berhasil rebound dari pelemahan satu hari sebelumnya. Rupiah hari ini dibuka terapresiasi 17 poin di level Rp 13.678 per dolar AS.
Adapun perdagangan rupiah pada Rabu (15/1/2020) kemarin ditutup pada level Rp 13.695 per dolar AS, melemah 0,11 persen atau 15 poin.
Advertisement