Marak Penipuan Online, Ini Kata OJK

OJK menghimbau kepada seluruh masyarakat agar terus berhati-hati terhadap kasus penipuan online.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 17 Jan 2020, 08:00 WIB
Ilustrasi belanja online (dok. Pixabay.com/HutchRock/Putu Elmira)
Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat yang menjadi korban kasus penipuan online oleh lembaga keuangan ilegal dapat melaporkannya ke Satgas Waspada Investigasi.
 
"Kalau ilegal memang ada risiko yang sangat tinggi, dan itu sudah ditangani oleh Satgas Waspada Investasi. Mungkin harus cek kepada Satgas Waspada Investasi," ujar Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot kepada Liputan6.com.
 
Demikian pula bagi mereka yang menjadi korban lembaga keuangan legal, juga bisa langsung menghubungi OJK. Nantinya, lembaga ini yang akan memfasilitasi kedua belah pihak untuk merundingkannya.
 
"Kalau bagi yang legal tentunya dapat kami fasilitasi untuk mereka dapat melakukan mediasi dengan pihak lembaga jasa keuangan yang memang kami awasi. Lalu kami juga dapat mendampingi mereka," terangnya.
 
"Jika memang kemudian mereka tidak menemukan resolusi atau ekspektasinya tidak terpenuhi, mereka dapat melanjutkan dalam fasilitas LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa). Kalau tidak mereka dapat menempuh pengadilan kalau memang tidak terjadi kesepakatan," dia menambahkan.
 
Sekar lantas menghimbau kepada seluruh masyarakat agar terus berhati-hati terhadap kasus penipuan online. Masyarakat diminta dapat membedakan mana lembaga jasa keuangan yang kredibel atau tidak.
 
"Tentunya waspada akan investasi bodong, hindari bertransaksi dengan lembaga jasa keuangan yang memang tidak berizin atau tidak diawasi oleh otoritas yang berwenang," imbuh dia.
 
"Harus cek dulu, dapat mengkontak 157 atau mereka juga dapat mengkontak kami melalui email konsumen kamu. Atau untuk pinjaman online yang terdaftar atau berizin mereka bisa cek di website," tandasnya.

Cegah Penipuan Lewat Dompet Digital, Literasi Keuangan Tak Boleh Putus

Buat yang suka belanja di online shop, hati-hati dengan modus penipuan baru yang meminta cashback. (Ilustrasi: Pexels.com)

Pengamat ekonomi Yustinus Prastowo, menilai maraknya penipuan dompet digital melalui kode one time password (OTP) terjadi karena kurangnya edukasi. Oleh karena itu diperlukan edukasi literasi keuangan oleh pemerintah kepada masyarakat.

Fenomena penipuan lewat OTP tersebut bukanlah hal yang baru. Ia menilai hal tersebut terjadi karena banyak orang merasa sudah memahami teknologi digital. Padahal sebenarnya tidak semudah seperti yang digambarkan.

"Di sini literasi jadi penting, kita ambil contoh saya juga pernah mengalami seperti itu kan, pesan taksi online di telepon dimintai OTP, ya karena kita merasa betul yang menelpon ini yang saya pesan, saya memberikan, ternyata salah, jelas-jelas sebelumnya ada peringatan tidak boleh memberikan itu kepada siapa pun," ungkap Yustinus dalam ajang Ipsos Marketing Summit 2020: Indonesia The NextCashless Society, Pullman Jakarta Central Park, Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Bahkan sering kali kita menganggap sudah paham literasi digital, namun nyatanya belum terliterasi dengan baik.

"Pentingnya peran pemerintah menurut saya, dia tidak boleh lagi hanya prosedural, sosialisasi, sifatnya yang bikin aturan sosialisasi sudah harus betul-betul menciptakan suatu medium format literasi yang inheren, dengan kebutuhan masyarakat," ungkapnya.

Selanjutnya, ia menyarankan bagaimana pemerintah bisa menjaga supaya tidak terjadi kasus penipuan melalui OTP lagi, dengan terlebih dulu melakukan literasi ke otoritas pemerintahan.

"Nah saya di sini melihat dari sisi otoritas itu penting, literasi kepada otoritas juga," jelasnya.

Menurutnya, dengan melakukan literasi yang dimulai dari otoritas, akan menghasilkan pemain-pemain atau pengguna yang kredibel dari awal.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya