Liputan6.com, Cirebon - Puluhan pengembang perumahan di Cirebon terancam rugi miliaran rupiah. Kerugian tersebut akibat terganjalnya persetujuan Pertimbangan Teknis (Pertek) yang dikeluarkan BPN Kabupaten Cirebon sebagai salah satu syarat pembangunan perumahan subsidi yang tengah dibangun.
Ketua Forum Komunikasi Pengembang Perumahan Cirebon (FKPPC), Yudo Arlianto menyebutkan ada 21 pengembang dengan total luas lahan yang akan dibangun 22 hektare. Jika pertek tidak dikeluarkan BPN, maka Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tidak bisa keluar sehingga pengembang tidak dapat menjual rumahnya kepada masyarakat yang membutuhkan.
Baca Juga
Advertisement
Tercatat sekitar 4.000 rumah terancam tidak bisa dibangun. Bahkan, beberapa pengembang perumahan di Cirebon banyak yang mengembalikan uang muka kepada warga karena dianggap penipuan.
"Kami terbengkalai karena SHGB tidak keluar imbas dari Pertek BPN yang tidak masuk akal. Bukan hanya anggota forum tapi mungkin pengembang lain diluar forum nasibnya sama dan kami masih mendata pengembang lain yang di luar forum itu," kata Yudo kepada wartawan, Jumat (17/1/2020).
Dia mengungkapkan, para pengembang tersebut sebelumnya sudah mengantongi fatwa dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Bahkan, pengembang sudah ada yang membangun unit rumah.
Dia mengaku, hingga saat ini belum mendapat penjelasan dari BPN Kabupaten Cirebon terkait pertek yang sudah diajukan sejak lama. FKPPC mengaku ingin mediasi dan meminta klarifikasi BPN dan Pemkab Cirebon agar mendapat solusi.
"Sudah bersurat tapi sampai saat ini belum ada respons termasuk bersurat ke DPRD Kabupaten Cirebon. Kami dijanjikan audiensi tapi belum dapat kabar," ujar dia.
Isi Pertek BPN Kabupaten Cirebon dinilanya tidak logis dan cenderung mengada-ngada. Salah satu alasannya menyebutkan perumahan berada di sempadan sungai.
Upaya Hukum
Padahal, dia mengklaim, faktanya pengembang perumahan tidak ada yang membangun rumah di atas sempadan sungai. FKPPC menargetkan penyelesaian persoalan administrasi tersebut hingga akhir bulan ini.
"Ada kemungkinan melakukan class action tapi itu masih kemungkinan ya kami coba untuk meminta audiensi dulu bertemu pemda dan BPN," ujar dia.
Dari informasi yang didapat, klausul pertek sendiri terdapat tiga tahapan yang harus dilalui pengembang untuk mendapat sertifikat SHGB. Yakni disetujui, disetujui bersyarat dan penolakan.
Namun, keputusan BPN Kabupaten Cirebon dianggap ironis dan tidak ada kejelasan sikap BPN terhadap pengeluaran pertek. Imbas dari persoalan tersebut, ribuan kepala keluarga terancam tidak bisa memiliki rumah subsudi.
"Kami juga menyesalkan sikap BPN yang menyatakan permohonan pemberian hak atas tanah ditolak karena melanggar tata ruang. Padahal tidak melanggar karena kami sudah mengantongi izin dari pemda," ujar dia.
Sikap BPN Kabupaten Cirebon, kata dia, tidak sejalan dengan program Presiden Jokowi yang menyatakan agar memberi kemudahan masyarakat memiliki rumah subsidi.
"Pembangunan rumah berhenti bahkan sudah ada yang lebih dari satu tahun. Imbas lain yakni kurang lebih 300 pekerja kami berhenti bekerja bahkan bisa terancam PHK massal," sebut dia.
Pada kesempatan tersebut dia meminta keseriusan Pemkab Cirebon dan BPN Kabupaten Cirebon untuk memberi solusi dan perlindungan hukum kepada pengembang perumahan. Terutama terkait perizinan yang telah diberikan kepada pengembang.
"Kami hanya menuntut hak kami, tidak lebih, sebagaimana petunjuk dari Presiden Republik Indonesia bahwa jangan ada aparat pemerintahan yang menghambat investasi dengan membuat aturan-aturan yang kontraproduktif, dan presiden juga sempat mengatakan akan menggigit aparat pemerintahan yang menghambat investasi, namun kenyataannya kami lah yang digigit," ujar dia.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Cirebon maupun BPN Kabupaten Cirebon.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement